BANDUNG – Berdasarkan survei Indo Barometer, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjadi kepala daerah kedua paling dikenal dengan persentase 65.8 persen.
Hasil tersebut diprediksi akan terus meningkat hingga menuju posisi teratas pada tabel elektabilitas calon presiden 2024.
Pengamat hukum dan pemerintahan Universitas Padjadjaran (Unpad), Firman Manan menilai, tingkat popularitas adalah modal penting bila bicara mengenai pemilihan langsung.
Namun, Firman menyebut hal tersebut mesti didukung oleh popularitas yang positif. Artinya tidak memunculkan sentimen yang negatif dari isu-isu kontroversial.
“Popularitas itu menjadi modal. Orang punya integritas, punya kompetensi kalau tidak populer yang kemungkinan kecil dipilih,” ucap Firman, Senin (24/2).
’’Tidak ada sebetulnya hal-hal yang kontroversial dari Kang Emil. Kalau saya melihat memang sejauh ini kang Emil kan lebih fokus untuk membereskan Jabar kan,’’ tambahnya.
Menurutnya, meski survei Anies Baswedan secara elektabilitas dan popularitas tertinggi, namun sejauh ini kerap muncul isu-isu kontroversial dari Gubernur DKI tersebut.
“Kasus Jakarta seperti Banjir, walaupun di Jabar ada tapi tidak yang se-masif di DKI. Terlebih kita tahu DKI magnet politiknya sangat kuat, jadi isu nasional itu bersentuhan betul,” katanya.
Dengan begitu, lanjut Firman, bukan tak mungkin posisinya akan tersalip oleh kepala daerah lainnya bilamana yang muncul selalu isu kontroversial.
“Bisa saja pak Anies Baswedan lebih populer dan elektabilitas-nya menjadi tinggi tetapi kalau terlalu banyak isu kontroversial bukan tidak mungkin dari waktu ke waktu bisa menurunkan elektabilitas,” ungkapnya.
Kendati demikian, Firman menilai masih terlalu jauh bilamana berpatokan pada hasil survei yang terjadi saat ini. Mengingat, ajang Pemilihan Presiden akan berlangsung pada 2024 nanti.
“Sebenarnya waktunya masih panjang dan kita juga belum tahu, itu nama yang beredar saat ini belum tentu itu yang akan maju di 2024. Nah politik Indonesia kan banyak kejutan, seringkali yang muncul tiba tiba orang yang tadinya tidak dibicarakan,” katanya.
Firman menambahkan, survei merupakan hasil dari opini publik. Sedangkan responden tersebut dipilih secara random, termasuk orang yang awam.
“Nah biasanya memang figur-figur yang terekspos oleh media itu yang kemudian masuk dalam radar orang-orang yang ditanya (responden) itu,” katanya. (mg1/yan)