SOREANG – Semakin meluasnya banjir yang terjadi di kabupaten Bandung diakibatkan dari ketidakseriusan Pemerintah dalam menegak Peraturan Daerah (Perda) nomor 27 tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung.
Hal itu dikatakan Dadang Supriatna anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Menurutnya persoalan banjir di Kabupaten Bandung sampai saat ini tak kunjung selesai. Hal tersebut, disebabkan alih fungsi lahan dan maraknya pembangunan. ”sudah terlalu marak alih fungsi lahan, sebelumnya pesawahan atau lahan pertanian sekarang menjadi pemukiman dan industri terus masif di wilayah Kecamatan Bojongsoang, Dayeuhkolot, Baleendah dan sekitarrnya. Hal itu, salahsatu meluasnya banjir,” kata Dadang saat ditemui disela-sela kunjungan kerjanya di Sekretariat PWI Kabupaten Bandung, belum lama ini.
Menurut Kang DS, sapaan akrab politisi Golkar tesebut menjelaskan, Maraknya alih fungsi lahan dan tidak tegasnya penerapan Perda menjadi penyebab meluasnya banjir. Para pengembang yang membangun tidak mengindahkan kewajibannya untuk menyediakan 10 persen lahannya untuk pembangunan danau retensi sebagai pengendali banjir.
”Dalam Perda RTRW tahun 2016 itu disebutkan pegembang wajib menyediakan 10 persen lahannya untuk danau retensi. Tapi kenyataanya itu dilanggar, salah satu contohnya Agung Podomoro Land di Kecamatan Bojongsoang yang mengalih fungsikan lahan 100 hektar, mereka cuma menyiapkan 2 hektar lahan dari kewajibannya 10 hektar. Selain Podomoro kan banyak juga pengembang lain yang sama sama tidak melaksanakan kewajibannya. Makanya banjir bukannya berkurang tapi justru semakin bertambah luas,” jelasnya.
Dadang menjelaskan, inkonsistensi yang terus terjadi di beberapa kecamatan di Kabupaten Bandung. Khususnya diwilayah yang masuk dalam kawasan Kota Baru Tegal Luar seluas kurang lebih 3.500 hektar yang masuk ke wilayah Kecamatan Bojongsoang, Cileunyi, Solokan Jeruk dan Rancaekek. Alih fungsi lahan terus menggeliat untuk keperluan pemukiman, industri dan lain sebagainya. Karena para pengembang membangun tanpa mengindahkan aturan yang tercantum dalam Perda Tentang RTRW, dampak buruk dari kerusakan lingkungan dirasakan masyarakat sekitar.
”Daerah atau pemukiman penduduk yang tadinya enggak pernah kebanjiran, sekarang jadi terendam banjir. Termasuk rumah saya kebanjiran akibat para pengembang ini tidak melaksakan kewajibannya untuk membangum danau retensi seluas 10 persen dari lahan yang mereka kuasai itu. Akibat lahan pertanianya sudah beralih fungsi jadi bangunan air jadi meluap dan masuk ke pemukiman,” ujarnya.