BANDUNG – Meluruskan polemik yang terjadi di media dan media sosial, Balai Rehabiltiasi Sosial Wyata Guna (BRSWG) Bandung Kepala Balai Wyata Guna Sudarsono membantah jika telah terjadi pengusiran sepihak. Sebab, sebetulnya polemik yang terjadi di Wyata Guna sudah melalui proses secara bijaksana sejak tahun 2019.
Dia menuturkan, Pengelola balai telah memberikan toleransi kepada para penerima manfaat hingga bulan Juli. Dimana mereka seharusnya meninggalkan balai sejak Juni 2019. Bahkan, pengelola sudah secara persuasif meminta penerima manfaat untuk berinisiatif mematuhi ketentuan. Sebab, banyak penyandang disabilitas Sensorik Netra lainnya yang antre untuk masuk balai dan mendapatkan pelayanan juga.
Selain itu, Balai juga sedang dalam proses revitalisasi fungsional. Hal ini merupakan program nasional untuk mengoptimalkan peran balai-balai rehabilitasi sosial milik pemerintah. Tujuannya, masyarakat disabilitas diharapkan dapat diberdayakan dan berkiprah setelah mendapat pelayanan Rehabilitasi Sosial Lanjut di Balai Rehabilitasi Sosial.
‘’Jadi selama ini seperti ada kesan bahwa balai rehabilitasi sosial seperti penampungan bagi disabilitas. Padahal, fungsi balai lebih dari itu,’’kata Darsono dalam keterangan rilisnya kepada Jabar Ekspres, Rabu, (14/1).
Pihaknya menginginkan, balai rehabilitasi sosial ini berkontribusi secara progresif. Jadi pijakan bagi saudara-saudara kita kaum disabilitas agar dapat mengembangkan keberfungsian sosialnya dan kapabilitas sosialnya sehingga bisa berkiprah di masyarakat.
Kendati begitu, salah satu konsekuensi dari transformasi tersebut, adalah adanya batas waktu bagi para penerima manfaat sesuai dengan yang ketentuan dan kesepakatan. Tujuannya, agar para penerima manfaat dapat berkumpul kembali dengan keluarganya, mandiri serta berkiprah di masyarakat.
“Ini yang kita sebut dengan proses inklusi. Kita ingin, saudara-saudara kita diterima di masyarakat. Seperti yang lainnya,” ujar Sudarsono.
Kendati demikian, pemberlakuan ketentuan mengembalikan penerima manfaat kepada keluarga atau ke masyarakat, tidak dilakukan seketika. Tapi melalui proses-proses yang panjang. Terlebih selama di balai, mereka diberikan pelatihan dan layanan yang holistik, sistematis dan terstandar. Sehingga ketika kembali ke masyarakat, mereka mandiri.
‘’Jadi pada tanggal 12 Agustus 2019, Kementrian Sosial dan Pemprov Jawa Barat juga sudah rapat untuk mencari solusi bersama. Salah satu keputusannya adalah, Dinas Pendidikan Jabar berkomitmen membangun sarana pendidikan berkebutuhan khusus. dengan konsep boarding school yang dilengkapi asrama,’’kata dia.