BANDUNG– Tahun ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung akan fokus untuk membenahi sektor pajak agar pendapatan asli daerah (PAD) bisa tercapai dengan maksimal.
PAD di sektor pajak restoran diyakini akan menjadi tertinggi diangka Rp 300 miliar disusul dengan pajak bumi dan bangunan (PBB) bisa tembus Rp 200 miliar sebagai pendapatan terhadap kas daerah.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna mengungkapkan, pihaknya berkomitmen untuk membenahi segala sektor pajak di tahun ini agar lebih maksimal dibandingkan tahun lalu.
“PAD tertinggi itu tetap di pajak, seperti pajak restoran kita targetkan bisa mencapai angka Rp 300 miliar dan itu potensinya ada. Selanjutnya PBB diangka Rp 200 miliar termasuk dari piutang PBB yang belum tertagih,” kata Ema di Balai Kota, Selasa (14/1).
Selain dua sektor restoran dan PBB, sebut dia, pajak lainnya seperti Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan pajak hiburan juga sangat potensial sebagai sumber pendapatan. “Setelah PBB dan restoran, pajak yang sangat potensial itu BPHTB dan hiburan. Makanya kami terus upayakan agar PAD bisa naik terus,” katanya.
Oleh karenanya, Ema mendorong agar Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (BPPD) untuk bisa merealisasikan target pajak di tahun ini sebagai sumber PAD. “Termasuk untuk PBB itu, piutangnya bisa ditarik dan pajak lainnya agar lebih dimaksimalkan,” tegasnya.
Diakui Ema, untuk restoran sangat optimistis jika di tahun ini bisa tercapai lebih maksimal. Hal itu seiring dengan perkembangan restoran yang makin banyak diminati para pengusaha untuk berinvestasi di Kota Bandung.
“Kita bisa melihat secara kasat mata, kalau masalah restoran ini tidak begitu terlalu bersinggungan dengan persoalan Bandara, beda dengan hotel. Sehingga pengunjung ke restoran selalu ramai,” katanya.
Sementara, kata Ema, ada beberapa sektor pajak yang menjadi persoalan dan perlu dibenahi. Salah satunya adalah pajak reklame. Formula tepat sudah disiapkan untuk penertiban reklame. Peraturan yang sudah ada diharapkan dapat menjadi landasan untuk mengoptimalkan pajak.
“Perda dan Perwal sudah ada, ya mudah-mudahan ini menjadi landasan hukumnya. Dibutuhkan juga kesadaran dari para pengusaha reklame itu sendiri. Jangan sampai ada reklame yang tidak berizin tapi mereka tayang. Artinya kan pajaknya tidak ada,” sesalnya.