Sekelumit Kisah di Peringatan Hari AIDS Sedunia

Alasan Jeje putus obat adalah mengalokasikan dana pengobatan untuk anaknya yang bersekolah di sekolah berasrama. Padahal obat ARV gratis dan biaya yang dikeluarkan perbulan sekitar Rp 100.000.

Tapi Jeje bisa mengeluarkan uang Rp 300.000 per bulan untuk rokok. Jeje pun tidak mau mengurus BPJS. Dan yang paling fatal, Jeje pun merasa dirinya sudah sehat dan tidak perlu melanjutkan ARV-nya. Beruntung istri dan anaknya HIV negatif.

Sebulan lalu Jeje datang ke praktik saya diantar istrinya. Dia datang dengan keluhan berat badan yang menurun dan batuk-batuk sudah 2 bulan. Saya merujuk Jeje ke salah satu rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan dahak untuk TB (Mycobacterium tuberculosis) dengan metode pemeriksaan Tes Cepat Molekuler.

Hasilnya Jeje terinfeksi kuman TBC yang sudah resisten terhdap obat-obat TB yang biasa dipakai (lini pertama). Jeje resisten terhadap INH dn Rifampisin. Jeje pun menjalani pengobatan Tuberkulosis Resisten Obat  (TB MDR) di salah satu Rumah Sakit besar dan dilanjutkan di Puskesmas. Lama pengobatan yang harus dijalani sekitar 18-24 bulan.

Orang yang serumah dengan Jejepun menjalani pemeriksaan TB, agar bila terdeteksi dapat cepat diobati. Saat ini Jeje diwajibkan memakai masker untuk menghindari penularan TB.

Jeje menyesal atas apa yang terjadi. Ada kemungkinan Jeje bukan hanya mengalami resisten atau kebal terhadap obat TB tetapi juga resisten terhadap ARV. Saat ini istri dan anaknya masih menunggu hasil pemeriksaan TB. Jeje sadar bahwa bahwa dia melakukan kekeliruan.

 

Dari beragam cerita yang dikisahkan, Anto, seorang gay berusia 25 tahun menjadi salah satu pasien yang sudah mengonsumsi ARV sejak dia berusia 17 tahun. Anto bekerja di salah satu LSM peduli HIV/AIDS.

Anto patuh minum ARV. 2 tahun lalu Anto mulai mempertimbangkan untuk menikah dengan perempuan. Anto mulai memperdalam agamanya.

Tiga tahun lalu dalam acara kebersamaan dalam rangka memperingati Hari AIDS Sedunia, Anto bertemu dengan Anti seorang mahasiswi berusia 20 tahun. Mereka saling bercerita dan Antopun bercerita bahwa dia HIV positif dan gay yang sedang bergumul untuk menikah dengan perempuan. Komunikasi keduanya tambah intens dan akhirnya mereka berdua memutuskan untuk menikah.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan