JAKARTA – Wacana pemilihan kepala daerah kembali dipilih DPRD yang sempat dilontarkan Kemendagri Tito Karnavian, tiba-tiba dibantah Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik. Pada intinya mekanisme pilkada yang perlu dibenahi bukan konsepnya.
Akmal menegaskan Kemendagri berada di posisi tengah dalam posisi regulasi. Yang perlu digaris bawahi adalah evaluasi dengan munculnya beberapa kelemahan Pilkada itu sendiri. “Itu bukan usulan. Asumsi yang salah. Kami tidak pernah mendorong (Pilkada, red) oleh DPRD yang kami katakan buatlah Pilkada langsung yang asimetris. Pilkada langsung juga harus dievaluasi, itu yang benar,” tegas Malik, kemarin (24/11).
Pilkada asimetris, sambung dia, juga bukan digagas Kemendagri, karena Indonesia sudah menggunakan model pilkada ini dari sebelumnya. “Lho sudah berjalan, bukan kami yang mengusulkan, sekarang sudah asimetris kok, coba lihat Jogja, bedakan,” kata dia.
Hanya saja, menurut dia, pilkada yang sudah berjalan asimetris itulah yang perlu diperluas guna mengakomodasi kebutuhan daerah yang berbeda-beda. “Jangan membuat aturan itu mudahnya saja, tapi seharusnya bisa mendorong demokrasi hidup sesuai dengan kondisi kedaerahan masing-masing. Sekarang Anda coba lihat regulasi Peraturan KPU, Bawaslu-nya sama semua, simetris. Yang kami katakan asimetrisnya di situ,” ucapnya.
Pilkada langsung dengan metode asimetris itu kata dia tidak menyamakan kebutuhan masing-masing daerah dalam memilih kepala daerah, pilkadanya berbeda antara daerah kepulauan dengan daratan, daerah dengan kota. “Nah lalu, bagaimana konsepnya, tunggu saja sedang kami siapkan tidak untuk 2020, sepertinya 2024, karena tahapan sudah mulai,” ujarnya.
Terpisah, mantan Komisioner KPU (2012-2017) Hadar Nafis Gumay menilai permasalahan yang terjadi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bukan pada sistemnya namun mekanisme dalam prosesnya yang diakuinya masih terjadi politik uang.
Nah, untuk mengatasi persoalan di Pilkada, bukan dengan mengubah sistemnya namun memperbaiki mekanisme yang ada dalam prosesnya. “Ya, aneh kalau kita mau berdebat kembali tentang sistem Pilkada, langsung atau tidak. Pilkada sudah berjalan di 2005 lalu mau diperdebatkan tentang sistemnya, kami tidak setuju,” kata Nafis Gumay dalam diskusi bertajuk “Quo Vadis Pilkada Langsung” di Kantor Formappi, Jakarta, kemarin (24/11).