BANDUNG – Alisiansi Buruh Jawa Barat dan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Jawa Barat yang meliputi Bekasi, Purwakarta, Subang, Karawang dan Bandung Raya, menggelar aksi menuntut pemerintah untuk menaikan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) 2020 sebesar 18,05 persen untuk segera disahkan dan mencabut PP 78 tahun 2015 di depan Gedung Sate, Rabu (20/11)
Humas aksi dari KASBI Kota Cimahi, sekaligus Koordinator perjuangan buru perempuan Kasbi, Siti Eni mengungkapkan, pihaknya menuntut pemerintah Jawa Barat (Jabar) untuk menetapkan UMK di atas PP 78 tahun 2015.
”Tuntutan hari ini adalah, bagaimana menuntut pemerintah Jabar untuk menetapkan UMK diatas PP 78 2015. Karena sebelumnya kita sudah menuntut kepada pemerintah daerah masing-masing kota/kabupaten, ungkap Eni, saat ditemui di lokasi aksi.
Kabarnya kenaikan UMK akan disahkan nanti malam atau besok pagi. namun, sebelum penetapan dan ditanda tangani secara resmi, pihaknya ingin melihat isi dari peraturan tersebut.
”Kami ingin tahu bagaimana pemerintah apakah mereka menyayangi buruh Jabar, apakah gubernur memiliki keberanian untuk menetapkan UMK diatas PP 78 itu sendiri. Selain itu, tuntutan kita adalah bagaimana hapus sistem kontrak kerja outsorsing yang kemudian menjadi momok yang menakutkan bagi kaum buruh, karena menurut kami itu adalah penindasan terhadap manusia. Lalu cabut PP 78 karena bagian dari memiskinkan buruh secara sistematis,” terangnya.
Sementara itu, pihak buruh sudah sempat melakukan audiensi, namun, Siti mengatakan Gubernur tidak turut menemui buruh. Pihaknya hanya bertemu dengan Dinas ketenaga kerjasaan Provinsi Jabar.
”Dalam audiensi ternyata Gubernur tidak menemui kami, lalu kemudian Wakil Gubernur juga tidak menemui kami. Yang menemui adalah Kepala Dinas Tenaga Kerja, dengan Humasnya. Hasilnya salah satunya bagaimana mereka akan menandatangani rekomendasi sesuai PP 78, yang kedua adalah bagaimana mereka akan menetapkan UMK, tidak akan melakukan upah padat karya,” bebernya.
Dia berharap, pemerintah bisa lebih memperhatikan nasib kaum buruh. Sebab, buruh merupakan satu elemen penggerak ekonomi negara.
”Harapan kami agar pemerintah lebih kooperatif untuk lebih condong dan memerhatikan kawan-kawan buruh, bagaimana bisa mensejahterakan buruh karena notabenenya masyarakat Indonesia kebanyakan 80 persen adalah menjadi buruh, bukan memarjinalkan kami sebagain buruh, karena yang menggerakan roda ekonomi itu adalah kawan-kawan buruh,” katanya.