JAKARTA – Tim Pengawal Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) yang dahulu dibanggakan Kejaksaan RI dalam memberikan dukungan pembangunan strategis pemerintah terancam dibubarkan. Alasannya diduga ada ‘permainan’ oknum jaksa dalam memberikan pengawalan proyek strategis nasional.
Rencana pembubaran TP4 ini muncul langsung dari Jaksa Agung ST Burhanuddin. Dia menyebut akan mengkaji ulang program TP4 dan TP4D.
Kordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai langkah pengakajaian ulang Jaksa Agung ST Burhanuddin terhadap TP4 dan TP4D merupakan langkah tepat. Sebab keberadaan TP4 banyak dikhawatirkan menjadi ajang perlindungan bagi pelaku kejahatan dalam mengerjakan proyek strategis pemerintah.
“Sangat tepat ini dilakukan, dikaji ulang banyak mana manfaat dan kebocorannya? Ini perlu dipikirkan secara matang,” katanya di Jakarta, Minggu (10/11).
Dia menjelaskan keberadaan TP4 dan TP4D yang dikerap diklaim mampu memberikan pencegahan tindak pidana korupsi dalam proyek strategis nasional, kenyataannya justru sebaliknya. Tidak sedikit oknum jaksa yang memberikan pengawalan proyek dengan meminta bagian dari proyek tersebut.
“Dari dulu diklaim mampu kawal proyek triliunan rupiah, tapi faktanya ada oknum jaksa nakal, ini bahaya bukan buat proyek jalan lancar malah membebani kontraktor dengan meminta fee dan lainnya,” tegasnya.
Boyamin mengatakan tugas pokok Kejaksaan adalah menuntut perkara pidana termasuk korupsi. Jadi bila masuk ke dalam kegiatan pemerintah termasuk tender proyek, maka jelas terjadi konflik kepentingan. Sebab tender proyek berpotensi korupsi. “Di sisi lain juga bertentangan dengan UU Kejaksaan,” katanya.
Kasus OTT Yogyakarta-Solo oleh KPK terhadap jaksa adalah kasus ketiga yang dicatat MAKI terkait adanya oknum Jaksa nakal di TP4D. Sebelumnya di Bali terdapat oknum pejabat Kejaksaan Negeri yang melakukan pemerasan kepada pemborong dengan nilai antara Rp100 juta hingga Rp300 juta.
“Meminta uang 50 juta kepada Kepala Desa dan mengajak temannya untuk ikut pengadaan buku perpustakaan Desa dengan keuntungan 35 persen,” jelasnya.
Lalu di Jawa Tengah terdapat oknum pejabat Kejaksaan Negeri yang justru bermain main, hampir sama dengan di Bali. Dan kini oknum tersebut sudah dipecat dari jabatannya.