CIMAHI – Kota Cimahi ternyata masuk dalam zona merah bencana Sesar Lembang. Hal itu diketahui berdasarkan hasil kajian dan pemetaan yang dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cimahi. Bahkan BPBD menyatakan, jika semua wilayah Kota Cimahi masuk zona merah bencana Sesar Lembang.
Berdasarkan Rencana Kontijensi Gempa Bumi Kota Cimahi, wilayah utara Kota Cimahi, yang meliputi Citeureup, Cipageran, dan Cihanjuang hanya berjarak 3 kilometer (km) dengan garis Sesar Lembang. Bahkan dengan objek vital Pemkot Cimahi hanya berkisar 5,8 sampai 6 km.
”Dari pusat Sesar Lembang sampai ke ujung Cimahi seperti Melong itu hanya 12 km. Menurut kajian semua Wilayah Kota Cimahi beresiko tinggi terdampak Sesar Lembang,” ujar Analis Mitigasi Bencana Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan pada BPBD Kota Cimahi, Rohmat, saat ditemui di Kantor BPBD Kota Cimahi, Jalan Cihanjuang, Selasa (15/10).
Berdasarkan hasil kajian dan jarak itu, kata Rohmat, Sesar Lembang diperkirakan memberikan dampak kerusakan maksimal di wilayah Kota Cimahi dan berpotensi menimbulkan korban jiwa yang masif pula. Salah satunya disebabkan pergerakan di garis sesar dekat Kota Cimahi, besaran amplifikasinya bisa dua kali lipat lebih kuat.
”Daripada yang di urat sesarnya. Jadi sifatnya bukan likuifaksi, karena Cimahi ini karakter tanahnya bekas endapan danau bandung purba,” terang Rohmat.
Untuk mengurangi risiko bencanan, lanjutnya, BPBD Kota Cimahi dan terus melakukan sosialisasi dan mitigasi. Selain itu, pihaknya juga terus membentuk kelurahan tangguh bencana serta Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB).
”Di SOP itu ada pembagaian penugasan evakuasi dan alert warning sistem. Saat bencana terjadi ada evakuasi dengan suara untuk meminimalisir resiko. Kesimpulan kami, kalau simulasi harus ada SOP, rambu, dan sirine tanda bahaya, baru ada drill untuk menguji semuanya,” tegasnya.
Pihaknya meminta agar masyarakat waspada dan tetap tenang menyikapi adanya potensi bencana dari pergerakan Sesar Lembang yang saat ini sudah mulai aktif memicu gempa.
”Menurut ahli sudah masuk siklusnya. Karena ada masa zonasi di bawah tanah. Kami belum bisa mendeteksi kapan akan terjadi tapi tetap berupaya meningkatkan kewaspadaan dan mengurangi resiko bencana,” tandasnya.