JAKARTA – Terkait adanya kebocoran impor tekstil dan produk tekstil (TPT) melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) yang disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartasto Lukita, menurut ekonom akan berdampak pada tumbangnya industri tekstil di Tanah Air. Kondisi demikian, telah terjadi.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengatakan, bahwa dulu industri tekstil berjaya namun seiring waktu banyak yang tidak kuat oleh derasnya impor tekstil.
“Kalau saya lihat memang ada sesuatu yang terjadi di industri tekstil Indonesia. Memang salah satunya dari maraknya impor produk tekstil. Nah kita lihat memang ada kaitan PLB dan impor tekstil yang membengkak. Adanya PLB impor tekstil jauh lebih murah dan cepat,” ujar Huda kepada Faja Indonesia Network (FIN), kemarin (6/10).
Huda menilai, anggapan impor PLB bisa meningkatkan ekspor adalah tidak benar. Sebab faktanya justru mematikan pengusaha tekstil di dalam negeri. “Ekspor garmen cenderung landai, sedangkan impor kain naik sangat pesat. Jadi Menkeu (Sri Mulyani) harap mengecek lagi kegiatan di PLB,” ucap dia.
Agar kondisi demikian tidak berlarut-larut, saran Huda, pemerintah harus bergerak cepat untuk memperpaiki PLB yang bocor. “Solusinya adalah membenahi PLB. Barang-barang yang sudah bisa diproduksi dalam negeri harusnya tidak masuk PLB,” kata Huda.
Terpisah, untuk mengatasi persoalan impor tekstil yang tidak terbendung, Kementerian Perdagangan (Kemendag) bakal merevisi ketentuan mengenai klasifikasi tekstil dan produk tekstil (TPT) untuk mengamankan produk dalam negeri dari serbuan barang impor.
Untuk diketahui, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 64/2017 tentang Ketentuan Impor TPT mengklasifikasikan produk TPT ke dalam dua kategori yakni kelompok A dan kelompok B.
Kelompok A adalah produk TPT yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Oleh karena itu, impor atas produk tersebut memerlukan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan persetujuan impor serta pengenaan kuota oleh Kemendag.
Kelompok B adalah produk TPT yang belum bisa diproduksi di dalam negeri sehingga tidak perlu ada rekomendasi, persetujuan impor, maupun kuota.
“Itu yang dulu Kelompok B bakal dimasukkan ke Kelompok A jadi mereka tidak bebas, yang tadinya masuk dalam Kelompok B akan di-updatemelalui revisi Permendag,” ujar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi.