NGAMPRAH– Sepuluh bangunan cagar budaya yang ada di Kabupaten Bandung Barat (KBB) berencana akan dipasang plang sebagai penanda oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan KBB. Hal itu juga dilakukan sebagai salah satu sosialisasi mengenai keberadaan bangunan-bangunan bersejarah yang harus dijaga dan dilestarikan.
Kepala Seksi Sejarah dan Kepurbakalaan pada Disparbud KBB, Pepen Sopandi menjelaskan, tahun ini bangunan bersejarah itu akan diberikan tanda dengan memasang plang.
“Tahun ini akan kita pasang plang, totalnya ada sepuluh bangunan di KBB ini. Seperti Kantor PN Kertas Padalarang, Observatorium Bosscha, dan Stasiun Kereta Api Padalarang, serta beberapa bangunan lainnya,” kata Pepen, Senin (30/9).
Diakuinya, masih ada ratusan situs cagar budaya yang belum dipasangi plang oleh Disparbud. Dari 152 situs yang terdaftar di Disparbud, baru 5 saja yang sudah dipasangi plang. Sejumlah situs tersebut merupakan makam keramat yang ada di berbagai kecamatan.
Menurut Pepen, banyaknya cagar budaya yang belum dipasangi plang disebabkan berbagai hal, di antaranya keterbatasan anggaran. Selain itu, sebelumnya pihaknya masih menginventarisasi bangunan-bangunan cagar budaya tersebut.
“Namun mulai bulan-bulan ini, kami agendakan untuk pemasangan plang cagar budaya ini. Harapannya, masyarakat jadi lebih banyak yang tahu mengenai keberadaan cagar budaya tersebut,” tuturnya.
Setelah dipasangi plang tersebut, lanjut dia, perlakuan terhadap cagar budaya tersebut harus sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Di antaranya, harus dijaga kelestarian dan nilai sejarahnya. Jika harus direnovasi, tidak boleh menghilangkan keaslian bangunan tersebut.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan KBB Aa Wahya mengungkapkan, Disparbud juga tengah menyiapkan tim ahli cagar budaya (TACG) guna merekomendasikan situs-situs bersejarah menjadi cagar budaya nasional. Diketahui, saat ini tercatat ada 152 situs bersejarah yang tersebar di 16 kecamatan.
Menurut dia, TACG beranggotakan lima orang. Dua di antaranya berstatus ASN. Sementara itu, 3 orang lainnya merupakan pegawai honorer yang memiliki latar belakang arkeologi, hukum, dan arsitektur.
“Selanjutnya, mereka akan bekerja di lapangan untuk menginventarisasi situs-situs bersejarah, menganalisisnya, hingga mendaftarkannya menjadi cagar budaya ke kementerian,” ujarnya.