BANDUNG – Mahasiswa diminta tetap waspada, cerdas, dan selalu damai dalam menyampaikan aspirasinya jangan sampai ada penumpang gelap yang memiliki agenda lain dalam aksi-aksi demo mahasiswa.
Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Ahmad Khoirul Umam mengatakan, terdapat tiga elemen yang melakukan aksi turun ke jalan. Pertama, gerakan mahasiswa dan aktivis yang memiliki agenda orisinal.
Mereka mensyuarakan, aksi penolakan revisi UU KPK, RUU KUHP, RUU Kebakaran Hutan, RUU Pertahanan, RUU Keamanan Cyber dan RUU Pertanahan.
Kedua, ada kelompok massa yang mendukung Jokowi saat Pilpres 2019, namun kecewa dengan sikap Jokowi yang dianggap melemahkan KPK.
’’Nah yang ketiga ini adalah penumpang gelap yang berusaha memanfaatkan gerakan mahasiswa dengan menggeser isu ke arah sikap-sikap politik inkonstitusional,’’kata Khoirol kepada Fajar Indonesia Network (FIN) Grup Jabar Ekspres, Selasa, (24/9).
Menurutnyam, beberapa analisa penggiringan isu adalah munculnya tagar #turunkanJokowi serta menyuarakan menggagalkan pelantikan Capres-Cawapres 2019 terpilih pada 20 Oktober 2019.
Dia mengungkapkan, masyarakat harus menghindari rekayasa opini publik tersebut. Terutama informasi yang berkembang melalui media digital dan konvensional yang jadi pelayan kekuasan serta dan tidak menghiraukan aspirasi publik.
Hal senada disampaikan analis Drone Emprit dan Kernels Indonesia Ismail Fahmi. Menurutnya, mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi wajib untuk menjaga kemurnian gerakan moral.
Salah satunya dengan melek media sosial (Medsos). Saat ini sejumlah mahasiswa selalu memperhatikan perkembangan isu. Sehingga mereka bisa mencegah adanya pembajakan ide.
Dalam akun Twitter resminya, Fahmi memberikan analisis yang membandingkan antara tagar #GejayanMemanggil dan tagar #TurunkanJokowi. Dari tren yang diambil pada 22 sampai dengan 24 September tersebut, diketahui tagar #GejayanMemanggil lebih dahulu muncul dalam volume yang tinggi.
“Sementara tagar yang satunya lagi baru muncul pada hari Senin (23/9) pukul 11.00. Kemudian naik pesat pada pukul 21.00 menjelang tengah malam,” kata Fahmi di Jakarta, Selasa (24/9).
Dia menganalisa, terkait dua tagar ini ternyata ada dua cluster besar pengguna Twitter. Masing-masing memberikan kontribusi terhadap bagaimana tagar tersebut meningkat jumlah perbincangannya. “Kesimpulannya tagar #TurunkanJokowi bukan bagian dari mereka yang mengangkat #GejayanMemanggil,” paparnya.