NGAMPRAH – Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari salah satu pabrik industri diduga menjadi penyebab tercemarnya sumur milik warga di RT 1/RW 1 Kampung Sudimampir, Desa/Kecamatan Padalarang.
Hal tersebut dibenarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung Barat (KBB). Setelah menerima laporan dari warga bahwa kondisi air di sumur tersebut berminyak dan berwarna hitam, DLH langsung menurunkan tim.
Kepala DLH KBB, Apung Hadiat Purwoko menerangkan, pihaknya sudah menindaklanjuti laporan warga dan mendatangi lokasi serta mengambil sampel air dari tiga sumur milik warga, untuk dilakukan uji laboratorium.
“Nanti dari sampel air tersebut, kami akan cek dan memastikan apakah sumur milik warga itu memang tercemar limba B3 atau bukan. Kalau terbukti benar tercemar, kami akan meminta pihak pabrik untuk memulihkan kerusakan alam itu,” ujar Apung di Ngamprah, Jumat (20/9).
Namun, kata Apung, untuk melakukan uji laboratorium pihaknya tidak mengambil sampel dari air sumur yang sudah tercemar itu, karena saat pengambilan sampel air di sumur itu kondisinya sudah mengering.
“Sehingga kami mengambil sampel air dari sumur yang berdekatan dengan sumur yang tercemar itu. Karena kalau tercemar limbah pasti yang lain juga ikut tercemar. Apalagi ini lokasi sumurnya berdekatan,” katanya.
Dirinya menegaskan, jika hasil uji laboratorium positif sumur warga tercemar oleh limbah industri, maka pihaknya akan memberikan sanksi kepada perusahaan. Mulai dari sanksi administrasi atau paksaan pemerintah, pembekuan izin hingga pencabutan izin usaha.
“Kami masih menunggu hasil uji laboratorium, untuk membuktikan apakah sumur warga di Kampung Sudimampir tercemar limbah atau tidak. Nanti kalau sudah ada hasilnya kami baru bisa mengambil keputusan,” ungkapnya.
Sebelumnya, pemantauan kualitas air dan udara dilakukan oleh DLH Kabupaten Bandung Barat. Hal tersebut sebagai upaya untuk mengetahui kualitas lingkungan hidup secara keseluruhan.
Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup pada DLH Kabupaten Bandung Barat, Aam Wiriawan mengungkapkan, sebenarnya ada tiga kriteria yang harus dipantau yaitu air, udara, dan tutupan lahan. Namun, untuk kajian tutupan lahan ditunda pada tahun ini karena keterbatasan anggaran.