JAKARTA – Peraturan baru yang direncanakan akan diterapkan pada Pilkada Serentak 2020 dikhawatirkan tidak bisa terealisasi. Dasar hukum menjadi salah satu alasannya. Jika hanya diatur lewat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), sejumlah kalangan menilai kurang kuat.
Pengamat politik Ujang Komarudin menerangkan, sejumlah wacana mulai dari larangan mantan koruptor, penggunaan rekapitulasi elektronik dan peraturan terkait foto peserta pemilu harus jelas dasar hukumnya. Terlebih, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)menegaskan larangan eks koruptor berkompetisi dalam pemilihan umum harus diatur melalui undang-undang.
Mengubah Undang-undang merupakan kewenangan pemerintah dan parlemen. KPU dan Bawaslu hanya menjalankan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan amanat undang-undang. Sehingga dibutuhkan peran legislatif agar aturan baru bisa direalisasikan.
Ujang menyanksikan jika larangan mantan koruptor bisa diterapkan. Salah satu yang menjadi alasan adalah terkait masa kerja anggota dewan. KPU akan mengumumkan siapa saja yang nantinya akan duduk di Senayan. Mereka yang nantinya menjabat, dinilai sulit untuk membahasnya.
“Saya kira, anggota dewan yang baru butuh proses. Belum lagi tarik ulur partai tentang siapa di komisi berapa. Saya kira ini jadi persoalan tersendiri. Mereka juga harus belajar, tidak bisa langsung membahas suatu persoalan tanpa mempelajarinya,” papar Akademisi Universitas Islam Al Azhar Indonesia tersebut kepada Fajar Indonesia Network (FIN) di Jakarta, Selasa (13/8).
Terpisah, anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan jika mengubah Undang-undang merupakan kewenangan pemerintah dan parlemen.”Kewenangan itu ada pada pemerintah dan DPR. Jangan memberikan beban kepada suatu lembaga tidak memiliki kewenangan untuk dibebankan itu,” jelasnya.
Dia mengkritik pemerintah dan DPR yang menyetujui pelarangan eks koruptor ikut dalam pemilu, namun meminta hal itu diatur dalam PKPU. Menurutnya pernyataan tersebut merupakan pemahaman yang keliru.
Pembatasan hak seseorang berpolitik merupakan norma hukum yang seharusnya diatur dalam undang-undang. Bukan melalui peraturan yang dikeluarkan lembaga seperti KPU. Sebaliknya, peraturan lembaga seperti PKPU hanya bisa mengatur hal-hal teknis. KPU tak memiliki wewenang untuk membangun norma hukum baru dengan melarang mantan koruptor ikut pemilu. “Kami harapkan pemerintah dan DPR jangan membuat lembaga penyelenggara itu saling bertikai karena kewenangan yang seharusnya diambil oleh mereka sendiri,” tandasnya. (khf/fin/rh)