Prancis menilai GE tidak memenuhi komitmen. Dalam jual beli itu dijanjikan GE bisa menambah tenaga kerja lokal. Sebanyak 1.000 orang. Di tahun ketiga. Nyatanya, menurut Prancis, hanya bertambah 25 orang.
Dunia ternyata sudah berubah pada tahun 2015. Itu di luar perhitungan GE. Permintaan akan turbin gas ternyata menurun drastis. Renewable energy ternyata naik daun. Green energy lebih mendunia.
Padahal di bidang turbin-gas itulah keunggulan GE. Padahal dengan membeli Alstom pasar turbin-gas langsung bisa dikuasai.
Mestinya.
GE yang juga membuat turbin pesawat, peralatan medis, lokomotif dan apa saja, kaget. Tiba-tiba iklim bisnis berubah. Tahun 2017 digantilah CEO-nya. Dengan tokoh dari dalam. Namanya: John Flannery.
Tidak terselamatkan.
GE terus merosot.
Diganti lagi CEO-nya. Oktober tahun lalu. Dengan tokoh dari luar: Larry Culp. Lulusan Harvard.
Inilah untuk pertama kalinya. GE minta tolong orang luar. Dalam sejarahnya yang 125 tahun.
Reputasi GE lagi dipertaruhkan di tangan Culp. Padahal selama ini GE adalah kiblat ilmu nyata di bidang manajemen. ‘Manajemen GE’ sudah menjadi jaminan. ‘GE Way’ adalah mantra.
Manajer mana pun yang pernah sekolah singkat di GE sangat bangga. GE memang membuka diri. Menjadi tempat magang manajer senior dari seluruh dunia. Lebih 20 orang PLN yang pernah mendapat pendidikan singkat di GE.
Apalagi GE selalu menempati urutan 10 besar dalam Fortune 500. Sering pula di urutan 6 atau 7.
Tiga tahun terakhir rankingnya merosot ke nomor 20-an.
Gajah besar itu lagi sakit. Tapi masih tetap besar. Apalagi kalau bisa sehat kembali.(Dahlan Iskan)