Tentu semua jalan cerita tadi versi Chan. Apakah benar ia emosi. Terpancing oleh pengakuan pacarnya. Bahwa ayah bayi itu pacar lama pacarnya. Juga apakah benar terjadi perlawanan.
Yang jelas benar, adalah ia dua kali mengambil uang di kartu kredit milik almarhumah pacarnya.
Carrie Lam memang menyebut kasus itu dalam proposalnya. Tapi, yang seperti itu akan banyak.
“Saya tidak mau Hongkong menjadi surga persembunyian penjahat,” ujar Carrie Lam. Yang secara luas dikutip media internasional.
Tapi para pendemo punya pendapat sendiri.
Kalau proposal ekstradisi itu disetujui jadi UU, tidak hanya penjahat kriminal yang dikirim. Bisa jadi merembet ke urusan politik. Yang tidak pro Tiongkok akan dianggap penjahat. Dan bisa dikirim ke Beijing.
Demo besar-besaran kali ini memang bukan membela si pembunuh. Tapi mengkhawatirkan masa depan kebebasan politik di Hangkong.
Mereka bertekad demo kali ini tidak akan bubar.
Mereka akan terus tinggal di jalan raya. Akan terus memblokade parlemen.
Sampai kapan pun.
Sejak malam sebelum jadwal sidang hari Rabu, mereka sudah menduduki semua jalan menuju parlemen. Memasang pagar besi. Berbaris bergandengan tangan di balik pagar itu.
Hampir semua membawa payung. Agar bisa jadi pelindung diri: dari semprotan merica dari depan. Atau dari guyuran hujan dari atas.
Minggu lalu polisi memang menggunakan semprotan cairan bermerica. Yang lebih aman daripada gas air mata. Meksipun akhirnya polisi juga gunakan gas air mata Rabu siang.
Tujuan blokade itu agar anggota DPR Hongkong tidak bisa datang ke gedung parlemen.
Rabu pagi kemarin mereka benar-benar tidak bisa bersidang. Mereka kumpul di kantor polisi untuk berangkat bersama dengan mobil khusus. Tapi juga tidak bisa.
Sidang Rabu kemarin ditunda. Padahal Kamis depan, kata Carrie Lam, sudah harus jadi UU.
Begitulah.
Saya pun sulit mencari alenia penutup yang menarik. Untuk artikel dengan bahasan seperti ini. Ada usul? (Dahlan Iskan)