BANDUNG – Seluruh Pemda diminta untuk melindungi bahasa dan sastra daerah yang terus terancam dengan dominasi bahasa asing, khususnya bahasa Inggris saat ini. Sehingga semakin mengancam eksistensi bahasa Indonesia dan daerah. Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Dadang Sunendar mengungkapkan, penggunaan bahasa asing di ruang publik menjadi kegelisahan bagi pengurus Balai Bahasa. Menurutnya, bahasa Indonesia adalah jati diri rakyat Indonesia.
Seharusnya masyarakat tetap bangga menjadi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, Dadang mengingatkan kepada setiap pemerintah daerah untuk mengembangkan dan melindungi bahasa dan sastra daerah. “Ketika Bapak atau Ibu memimpin ada satu bahasa saja yang punah, itu tanggungjawab Bapak dan Ibu semua,” tegas Dadang dalam diskusi Kelompok Terpumpun Penggunaan Bahasa di Media Massa
oleh Balai Bahasa, baru-baru ini.
Menjaga bahasa dan sastra di tingkat daerah menjadi tanggung jawab Bupati/Wali Kota. Alasannya, karena Bupati/Wali Kota memiliki kekuasaan yang kuat di tiap daerah. “Tanyakan saja pada Pemprov atau Pemda, program apa saja untuk melindungi dan mengembang bahasa dan sastra?,” ujarnya.
Dadang menambahkan, bahwa ada beberapa tipologi kepemimpinan, ada yang aktif (memahami aturan dan melaksanakan program kerja), hare-hare (sedang-sedang), dan pasif (tidak mengerti aturan dan tidak bertindak sama sekali).
“Maka dalam menjalankan program kerja Balai Bahasa, media ialah mitra yang strategis sebagaimana berdasarkan Undang-undang No 24 tahun 2009 tentang Media massa sebagaima dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa daerah dan bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus,” terangnya.
Sampai Oktober 2018, sebut dia, bahasa daerah tidak termasuk dialek dan subdialek di Indonesia telah diindentifikasi dan divalidasi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sebanyak 668 bahasa dari 2.467 daerah pengamatan. (mg3)