JAKARTA – Perolehan suara Partai Hanura tidak melampaui ambang batas parlemen alias parliamentary threshold Pemilu 2019. Hitung cepat yang dilakukan Poltracking Indonesia, misalnya, menunjukkan bahwa Hanura hanya mendapat 1,64 persen suara.
Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto meminta semua pihak untuk tidak saling menyalahkan menanggapi hasil hitung cepat tersebut. Dia meminta kader dan elite partai melakukan introspeksi diri. Introspeksi diri, tidak perlu salah-menyalahkan, ujar Wiranto, kemarin (29/4).
Ia bersyukur Hanura pernah dua kali lolos melenggang ke Senayan. Dia pun berharap partai mau introspeksi diri agar 2024 bisa mendapat kursi di DPR. “Perlu satu introspeksi dengan cara evaluasi langkah-langkah memenangkan pemilu,” katanya.
Dia juga berharap tidak ada pihak yang mencari-cari kambing hitam atas gagalnya partai melenggang ke Senayan. Sebab, Wiranto selama ini fokus mengemban amanah sebagai Menko Polhukam. “Saya ini kan concern ke Menko Polhukam. Tidak mengurus partai. Jadi, kalau (saya) disalahkan, apa yang (harus) disalahkan,” ujarnya.
Berdasar hitung cepat Poltracking Indonesia, suara masuk 100 persen, berikut partai-partai yang lolos ke Senayan: PDIP (19,20 persen), Gerindra (12,69), Golkar (12,68), PKB (10,41), Nasdem (8,54), PKS (7,80), Demokrat (7,66), PAN (6,32), dan PPP (4,47). Sementara itu, partai-partai yang tak mendapat kursi adalah Perindo (2,79), Berkarya (2,17), PSI (1,82), Hanura (1,64), PBB (0,87), Partai Garuda (0,62), dan PKPI (0,31).
Terpisah Pengamat Politik dari Rumah Rakyat, Maruli Hendra Utama mengatakan, turun naik angka popularitas dan elektabilitas partai menuju senayan, tidak hanya dialami oleh Hanura. “Problemnya bukan mereka tidak memiliki dana dan kader yang militan. Tapi ketokohan juga penting, dalam representasi pemilih,” terang Dosen Sosiologi, Universitas Lampung itu.
Ditambahkan Maruli, PDI Perjuangan misalnya, selain kader yang berhasrat untuk terus mempertahankan posisi puncak, PDIP memiliki sejumlah tokoh yang memang layak jual. “Sebut saja Pak Joko Widodo, Megawati, atau di Gerindra dengan fanatisme publik terhadap Prabowo. Ini bisa menjadi ukuran selain, gerak dalam wilayah masing-masing caleg,” pungkasnya. (ful/fin)