BANDUNG – Laporan kasus kekerasan terhadap anak dari tahun ke tahun tercatat semakin meningkat. Hal ini, berdasarkan banyaknya laporan yang diterima oleh Unit Pelayan Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bandung.
Plt. Kepala P2TP2A Kota Bandung
Dr. Kamalia Purbani, MT mengatakan, kasus kekerasan fisik.pada anak sebetulnya jarang terjadi. Namun, lebih di dominasi kasus bullying dan pelecehan seksual.
“Saya berharap kasus kekerasan fisik di kota Bandung seperti yang menimpa di Pontianak tidak ada, ini menjadi tugas penting untuk sama-sama berupaya dalam melindungi anak” kata Kamalia kepada wartawan Rabu, (10/4)
Dia mengatakan, kasus bullying atau anak dimanfaatkan untuk membuat video pelecehan seksual dan foto pernah terjadi dan sudah ditangani dengan melakukan.pendampingan dan diproses hukum.
Sementara untuk perlindungan anak sudah dilakukan secara preventif bekerjasama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan dalam melindungi dan menindaklanjuti kasus tersebut.
Dia menilai, terjadinya kasus kekerasan, bulying, dan pelecehan seksual bisa disebabkan karena kurangnya pengawasan dilingkungan keluarga. Sehingga, anak pada umumnya mencari kesenangan diluar.
Kamalia menambahkan, pemenuhan hak dasar anak sangat penting dipenuhi oleh orangtua dan pemerintah. Sehingga, perhatian dan pengawasan sudah menjadi kebutuhan untuk anak.
“Ini juga menjadi tanggung jawab untuk kita terus mensosialisasikan kepada para orangtua,” ucap dia.
Sementaa itu, Plt Kepala UPT P2TP2A, Dra. Mytha Rofiyanti, MM menuturkan pada 2017 terdapat laporan kasus kekerasan sebanyak 151 kasus. Terjadi peningkatan di 2018 sebanyak 296 kasus
“Untuk tahun 2019, sampai hari ini terdapat laporan sebanyak 141 kasus. Tidak hanya laporan dari kekerasan pada anak melainkan kekerasan pada orang dewasa juga” tuturnya saat ditemui Jabar ekspres.
Mytha mengakui, setiap hari selalu ada laporan kasus dan kebanyakan kasus terjadi menimpa perempuan.
Kasus terbesar yang ada di Kota Bandung yaitu tindak pelecehan seksual yang dilakukan oleh pria dewasa. Sehingga perlu dilakukan pendampingan kepada korban.
“Tujuannya untuk meminimalisir rasa trauma dan membangkitkan lagi rasa kepercayaan diri korban,” tutur Mytha.