“Juga tidak bisa,” jawab petugas bus. “Yaaaaaccchhhh,” keluh pengusaha tadi.
Tapi ia tidak putus asa. Tetap mencari chanel debat di HP. Yang menyediakan layanan live streaming. Berhasil. TV masa depan memang akan pindah ke live streaming seperti itu. Kami pun menuntut teman itu: agar suara debat bisa dibesarkan. Untuk didengar seisi bus. Biar pun hanya suaranya.
Maka pemilik HP itu merangkap jadi operator. Mendekatkan corong microfon ke HP. Lumayan.
Hanya saja tidak bisa sempurna. Sesekali sinyalnya putus. Saya sendiri sebenarnya tidak tertarik mengikuti debat itu.
Beberapa penumpang juga jatuh terkulai: tertidur. Pasti isi debat itu tidak menarik baginya. Juga bagi saya. Tapi saya harus tetap membuka telinga. Saya kan harus menulis untuk DI’s Way. Itulah wartawan. Harus biasa mengerjakan apa saja. Pun yang tidak ia suka.
Tapi keadaan membuat saya tidak bisa mengikuti debat itu. Secara utuh. Tidak bisa memperhatikan body language mereka. Maka tidak baik kalau saya menulis hanya berdasarkan pengamatan yang sepotong. Apalagi, dari yang sepotong itu, saya tidak menangkap ide besar yang jadi bahan perdebatan. Atau ide besar itu sebenarnya ada. Untuk Indonesia. Saat sinyal HP lagi off agak lama. Saya hanya menangkap sedikit kesan: Prabowo kurang siap untuk bersilat lidah. Betapa mudah sebenarnya mematahkan serangan Jokowi itu. Setidaknya secara lisan.
Akhirnya kami tiba di Singkawang. Setelah debat itu selesai agak lama tadi. Tidak ada penumpang yang memperdebatkan debat tadi. Kami semua berteman baik. Tidak ingin ada yang saling terganggu. Dan lagi malam sudah larut. Kami tiba di hotel sudah sangat telat: pukul 23.00. Pawai lampion sudah bubar. Penonton sudah bergerak pulang. Jalan ke luar Singkawang padat kendaraan.
Begitu masuk hotel saya keluar lagi: cari durian. Ditemani pimpinan harian Rakyat Kalbar, Qadhafi. Sampai pukul 1 malam. Dengan janji: pukul 6 pagi ketemu lagi. Untuk keliling Kota Singkawang. Sebelum acara pokok Budha Tzu Chi di dekat hotel. Dari keliling Singkawang itu saya akan menyimpulkan: apa kabar Singkawang sekarang. Setelah setahun dipimpin walikota wanita yang fenomenal: Tjhai Chui Mie. (dahlan iskan)