SOREANG – Anggota DPRI RI Komisi IX Dede Yusuf Macan Efendi terkait rumah sakit yang tidak menerima BPJS merupakan rumah sakit yang belum terakreditasi.
Dede mengaku pihaknya telah menelusuri permasalahan Rumas sakit yang tidak menerima BPJS. Setelah dilakukan pemantauan, ternyata permasalahannya adalah areditasi.
Menurutnya, rumah sakit yang sudah menjadi mitra BPJS tersebut sudah diberi waktu lima tahun untuk akreditasi, namun tidak dilakukan, maka otomatis ketika jadwal akreditasi berakhir pada 1 Januari 2019, sehingga, katanya, otomatis rumah sakit yang belum terakreditasi tidak bisa menerima pasien BPJS.
“Tetapi di buat sedemikian rupa seolah-olah BPJS yang menolak,” ujar Dede Yusuf saat di wawancara di Soreang, kemarin. (11/1).
Dia juga mengungkapkan, bahwa pihaknya sudah klarifikasi dan memanggil semua asosiasi rumah sakit, dan terungkaplah dari sebanyak 2800 rumah sakit, diantaranya ada 800 rumah sakit yang belum menyelesaikan akreditasim
“Oleh karena itu kami telah mendesak pihak pemerintah agar jangan putus begitu saja, harus di berikan waktu tambahan kepada ratusan rumah sakit yang belum akreditasi,” ungkapnya.
Sehingga pada Juli 2019, lanjut Dede Yusuf, ratusan rumah sakit tersebut harus menyelesaikan akreditasinya, apabila akreditasi tidak selesai, baru BPJS boleh tidak bekerja sama lagi.
“Selama enam bulan ini, rumah sakit yang belum akreditasi harus di pantau oleh Dinas Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan badan pengawas rumah sakit, agar segera menyelesaikan akreditasinya,” terangnya.
Dede Yusuf juga menghimbau, agar rumah sakit yang belum akreditasi tidak boleh malas lagi, dan secara administrasi tidak boleh merasa rugi, karena akreditasi itu investasi. Yang awalnya memiliki ruangan sempit harus di perbesar, yang tidak memiliki ruangan jenazah maka harus dibuatkan ruangan jenazah. Hal itu merupakan syarat akreditasi
“Spanduk yang menolak BPJS harus segera di cabut, karena pemerintah harus mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa pelayanan tetap berjalan seperti biasanya,” paparnya. (yul/yan)