JAKARTA – Polemik politikus Oesman Sapta Odang (OSO) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) berakhir. Perjalanan panjang polemik ini harus diputuskan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di mana dengan pilihan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Mematuhi putusan MK, berarti OSO dipastikan gagal untuk ikut dalam kontestasi lima tahunan tersebut. Jika putusan PTUN yang diambil, nama OSO akan masuk dalam Daftar Calon Tetap DPD RI.
Sebelumnya, Surat sudah dilayangkan KPU kepada kuasa hukum OSO. Ketua Umum Partai Hanura ini juga sudah diberi waktu untuk mengundurkan diri. Persidangan di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pun hampir selesai.
Aktivis Peneliti Hukum Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadani menegatakan, jika keputusan ini menguji integritas Bawaslu. Hasil akhir kasus ini akan membuktikan, sejauh mana penyelenggaraan pemilu berprinsip pada konstitusional.
Menurutnya, Bawasu tidak perlu berlama-lama dalam mengambil keputusan. Alasannya jelas, karena putusan MK bersifat final dan mengikat. Dan setara dengan undang-undang. Terlebih, diawal pencoretan nama OSO, Bawaslu sempat menolak permohonan gugatan. Bawaslu sudah mengaminkan langkah yang ambil KPU. Menurutnya langkah tersebut sudah benar.
”Kita sebenarnya tinggal menunggu konsistensi Bawaslu. Karena substansinya sebenarnya sama persis. Yakni masih seputar pelanggaran administrasi,” katanya saat diskusi dengan Koalisi Masyarakat Selamatkan Pemilu di Kantor Bawaslu, kemarin (8/1).
Dari awal proses, jika semua lembaga negara konsisten mengikuti putusan MK, tidak akan serumit saat ini. Hal ini dikarenakan dalam putusan MK secara eksplisit mengatakan jika pengurus partai politik tidak boleh lagi menjadi calon anggota DPD.
Bawaslu juga diharapkan mampu menjaga konstitusionalitas pencalonan DPD. Dengan memastikan tidak ada yang menjadi pengurus partai.
Di tempat sama, Pendiri Netgrit, Haidar Nafis Gumay juga mengatakan, jika putusan yang diambil Bawaslu harusnya diambil dari hal yang paling dasar. Hanya saja, Bawaslu sebagai hakim dalam kasus ini bisa memutuskan sesuai dengan pandangannya.
Namun, konstitusi adalah pertaruhannya. Jika Bawaslu sebelumnya bisa dibilang dibawah KPU, tetapi setelah mengajukan ke MK, bisa disejajarkan dengan KPU. Alasannya jelas, Bawaslu sebagai pengawas sedangkan KPU pelaksana.