BANDUNG – Menyikapi beberapa komentar pegiat lingkungan Citarum Harum, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyampaikan bahwa dirinya justru mengapresiasi semua elemen masyarakat yang telah terlibat sejak awal, termasuk pegiat Citarum, seniman, akademisi dan TNI dalam program penanganan sungai terbesar di Jawa Barat ini.
”Citarum itu mengalami banyak kemajuan, oleh stakeholder, pihak-pihak. Semua kami apresiasi apalagi TNI. Dengan kehadiran TNI, itu kemajuan Citarum luar biasa. Jadi tidak betul, jika tidak terapresiasi. Saya mengapresiasi di berbagai kesempatan, dalam pidato selalu memuji,” ungkap Ridwan Kamil di Bandung, kemarin (3/1).
Gubernur yang karib disapa Emil menjelaskan, hasil evaluasi anggaran saat rapat bersama Menko Maritim diketahui bahwa ada penganggaran program dan kegiatan Citarum Harum yang kurang terkoordinasi.
”Sudah ada kemajuan, tapi masih ada problem, kita tidak bisa tutup mata. Hasil evaluasi di Kemenkomaritim ditemukan kekurangkompakan dalam penganggaran, bukan tentang peran,” kata Emil.
”Akibatnya apa? Mereka bekerja sendiri-sendiri terutama instansi pemerintah ini mengakibatkan tidak ada sinkron. Pak Luhut nanya kenapa? Karena nggak ada dirigennya yang mengatur, nggak ada yang mengatur apa mengerjakan apa, apakah ngegas ataupun ngerem, nggak ada polanya,” tambah Emil.
Inilah yang mendasari Dansatgas Citarum yaitu Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, untuk membangun tim lintas elemen yang akan dibuatkan payung hukumnya pada Satgas Citarum dan Pokja Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Sungai Citarum.
Itulah sebab di Perpres itu, menurut Emil, Dansatgas (gubernur) ditugaskan membereskan itu, dengan tujuan di 2019 kekurangkompakan itu akan dapat diperbaiki.
”Ada di acara, pertama membentuk pusat komando Citarum, bikin ruangan khusus. rapat disitu, bikin keputusan disitu, nggak sendiri-sendiri lagi,” kata Emil.
Kedua, menurut Emil anggaran juga harus terkoordinasi, jangan sampai ada imbas kepada salah satu pihak sebagai akibat kekurangkompakan.
”Yang saya maksud selama ini bukan urusan uangnya atau ilmu, tapi urusan kepemimpinan di level pas penganggarannya. Jadi akibatnya kita tidak tahu, departemen apa sedang mengerjakan apa, memberikan dampak apa, itu ngga ada ukuran. Itu yang saya maksud kekurangkompakan itu,” jelas Emil.