NGAMPRAH – Angka kekerasan anak di Kabupaten Bandung Barat masih tinggi. Tercatat sepanjang tahun 2018, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung Barat (KBB) berhasil menuntaskan 17 laporan kasus kekerasan terhadap anak.
Dari jumlah tersebut, beberapa di antaranya adalah kasus pelecehan seksual. Pelaku rata-rata menyasar anak sekolah yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).
“Memang angkanya masih tinggi. Tahun ini ada 17 kasus kekerasan pada anak yang berhasil kami tangani. Termasuk di dalamnya adalah pelecehan seksual,” ujar Kepala DP2KBP3A Bandung Barat Asep Wahyu FS di kantornya, kemarin.
Asep mengemukakan, jumlah kasus kekerasan pada anak tahun ini mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu yang jumlahnya mencapai 25 kasus. Selain bantuan penanganan hingga ke pengadilan pihaknya juga memberikan pendampingan pada korban melalui trauma healing.
Sementara untuk kejadiannya paling banyak terjadi di wilayah selatan dimana masyarakatnya lebih berani dan terbuka. “Meskipun dominan terjadi di wilayah selatan, tapi kasus ini juga ada yang ditemukan di wilayah utara (perkotaan) yang masyarakatnya heterogen,” ujar dia.
Asep menuturkan, selain kasus pelecehan seksual ada juga kasus lain, seperti penjualan anak dan kekerasan fisik. Perlindungan yang diberikan kepada korban biasanya melalui Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Serta memberikan pendapingan psikiater dan psikolog saat melakukan trauma healing kepada para korban.
Selain itu, tutur dia, pihaknya telah menyiapkan hotline bagi warga yang ingin melaporkan jika ada kasus-kasus tindak kekerasan pada anak dan perempuan melalui nomor 022 92542260.
Dibentuk pula satgas-satgas P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) di 162 desa yang ada di KBB yang mana personelnya adalah sekretaris desa (sekdes) di masing-masing desa.
“Sehingga ketika ada laporan langsung ditindaklanjuti dengan cepat,” tandasnya. (drx)