Ferry menjelaskan, dalam rapat pembahasan UMP Jawa Barat 2019 terakhir yang digelar Dewan Pengupahan Provinsi (DPP), perwakilan pekerja tidak menyetujui UMP sebesar 8,03 persen. Pasalnya, lanjut dia, perwakilan buruh memakai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015.
Meski ada penolakan, tidak ada mekanisme voting yang dilakukan di dalam rapat tersebut. Pihak Pemprov Jabar dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar sepakat merekomendasikan besaran UMP Jabar 2019 berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan. ”Akhirnya, angka untuk UMP 2019 itu diputuskan Rp. 1.668.372,83,” kata dia.
Menanggapi Keputusan Gubernur itu, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Bandung berencana akan menggelar aksi pada 19-20 November 2018, mendatang. Mereka akan mendesak pemerintah pusat agar menghapuskan PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
Uben Yunara selaku Ketua SPSI Kabupaten Bandung menilai penetapan UMP dipandang tidak perlu karena kota/kabupaten sudah memiliki Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Karena itu, pihaknya meminta agar PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan dihapus.
”Sebetulnya penetapan UMP itu tidak berpengaruh kepada siapa pun, tapi dihawatirkan digunakan oleh pengusaha nakal. Dimana mereka tidak melanggar dengan menerapkan besaran upah tersebut, atau diterapkan oleh pengusaha pengusaha di daerah terpencil,” jelas Uben saat dihubungi wartawan kemarin (1/11)
Sisi lain Pemprov harus menerapkan UMP, tapi disisi lain PP 78 2015 tetap dijalankan. Seharusnya kalau sudah PP 78, ya sudah terapkan aturan itu. ”Karena, kalau UMP itu berdasarkan UU 13 2003. Jadi kalau kita mau mengacu pada UU tersebut, kenaikan bukan 8,2 persen tapi 25 persen dan sesuai apa yang diinginkan dan dicita cita masyarakat atau buruh di Jabar,” akunya.
Senada dengan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Kota Cimahi. Mereka juga menolak kenaikan UMP 0,8 persen. Ketua KASBI Kota Cimahi, Siti Eni mengungkapkan, saat ini Upah Minimum Kota (UMK) Cimahi sebesar Rp 2,6 juta, jika pada 2019 kenaikannya sebesar 8,03 persen. Upah buruh di Kota Cimahi akan mengalami kenaikan sekitar Rp 200 ribu atau menjadi Rp 2,8 juta.
”Jelas kami menolak, sebab kenaikan tersebut belum bisa menutupi kekurangan buruh selama ini,” ungkap Siti saat dihubungi, kemarin (1/11).
Menurut Eni, kebutuhan buruh tak bisa dipandang dari laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional saja. Sebab, lanjutnya, dua elemen itu malah lebih berpihak pada pengusaha. ”Idealnya kenaikan diatas 20 persen, atau sekitar Rp 500 ribu-an,” ujarnya.