SOREANG – Rumah milik Aling Rukmini, 73, yang posisinya sudah menggantung di tebing, akhirnya pada Rabu (31/10/2018), ambruk terbawa longsor.
Aling menuturkan rumahnya yang terletak di RT 03/15 Kampung Bojong Suren Girang, Kelurahan Pasawahan, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung tersebut sudah mulai terkikis longsor sejak 2003.
“Kejadiannya kemarin jam dua siang. Kemarinnya memang ada hujan sehari semalam. Kondisi tanah labil ada hujan jadi enggak kuat lagi bangunannya,” tuturnya saat ditemui di rumah anaknya yang tak jauh dari rumahnya yang ambruk, kemarin (1/11).
Oleh sebab itu Aling merasa terancam setiap hari terlebih di malam hari. Aling bersama anak bungsunya mengaku sudah meninggalkan rumahnya tersebut sejak belasan tahun lalu.
“Udah lama saya tinggalin, mau ngisi gimana bangunannya sudah menggantung begitu. Ngelihatnya aja saya takut. Jadi saya hidup berpindah-pindah dari rumah anak saya yang satu ke rumah anak saya yang lainnya,” tuturnya.
Menurut Aling, sebelum rumahnya ambruk, terdapat sekitar 6 hingga 8 rumah yang berada di bawah rumahnya yang juga rusak akibat terkikis longsoran. Dan barulah pada 2016 lalu dibangun Tembok Penahan Tamah (TPT) oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Jabar.
Sekarang longsoran tersebut merusak rumahnya dan mengancam empat bangunan rumah lain milik tetangganya. Aling mengaku sejak dulu belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah setempat.
“Tadi sudah ada yang kesini dari desa. Katanya tenang aja dulu, sabar aja dulu, katanya mau membantu saya,” ujarnya.
Selain itu Alin (53) tetangga Aling juga sudah lama meninggalkan rumahnya karena rumahnya terancam longsor. Dan sekitar sebulan lalu bagian atap rumahnya ambruk.
“Kalau ambruk atapnya baru kemarin. Tapi saya sudah meninggalkan rumah ini sejak lama karena saya juga takut terjadi longsor,” ujarnya di kediamannya.
Sementata itu, Lurah Pasawahan Mamet Slamet menuturkan longsor pertama dan terparah pernah terjadi di RT 03/15 Kampung Bojong Suren Girang, Kelurahan Pasawahan, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung pada 2006 lalu. Sedikitnya ada 6 hingga 8 rumah tergerus air Sungai Citepus karena belum adanya tembok penahan tanah yang dibangun di bibir sungai tersebut. Dan normalisasi curug menjadi sungai sehingga laju air lebih cepat dan mengarah ke rumah warga yang berada di bantaran sungai.