BANDUNG – Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Ahmad Hadadi memaparkan tindak lanjut permintaan guru honorer terkait dengan dua hal. Diantaranya, pertama adalah aspek legalitas dan yang kedua kenaikan honorarium. Sebelumnya, hal ini telah dibahas pada pertemuan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil dan perwakilan guru honorer di Jawa Barat.
”Untuk aspek legalitas, pada intinya untuk mendapatkan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan atau NUPTK, yang merupakan nomor induk bagi seorang pendidik atau tenaga kependidikan, dan untuk dapat tunjangan profesi guru. Insyallah, bisa diproses oleh kepala dinas pendidikan atas nama gubernur,” ujar Hadadi saat ditemui di Kantor Dinas Pendidikan, Jalan Dr. Radjiman, Kota Bandung, belum lama ini.
Hadadi mengatakan, legalitas para guru honorer kali ini sedang di proses. SK yang akan diterima, sekarang sedang diverifikasi oleh bidang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK). Tentunya, ia akan terus mengawal proses tersebut hingga SK sampai pada para guru honorer yang berhak mendapatkannya.
Selain SK yang dikeluarkan untuk guru honorer. Hadadi menjelaskan, terdapat Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), yang nantinya akan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan PNS. P3K ini, diperuntukan bagi guru honorer yang usianya di atas 35 tahun.
Yang kedua, keinginan para guru honorer adalah kenaikan honorarium. Sebelumnya, para guru honorer mendapatkan honorarium sebesar RP 85.000 perjam, pertatap muka. Hadadi mengatakan, sekarang ini mereka sedang menghitung kemampuan APBD untuk kemungkinan kenaikan honorarium. Hal tersebut tentunya tidak bisa langsung dieksekusi.
”Sesuai dengan yang disampaikan gubernur tentang kenaikan honor, tentunya harus dipelajari dulu kemampuan keuangannya. Selama keuangan APBD Provinsi Jawa Barat memungkinkan, insyaallah, tetapi jika tidak, akan ada opsi lainnya,” ujar Hadadi.
Hadadi menjelaskan salah satu opsi lain untuk upaya yang dapat dilaksanakan, adalah Bantuan Keuangan Khusus (BKK). Terdapat anggaran untuk pendidikan menengah, yaitu Bantuan Operasional Sekolag (BOS) pusat, BOS provinsi, dan BOS kabupaten/kota. Setelah SMA dan SMK alih kelola oleh provinsi, BOS kabupaten/kota menjadi tidak ada. Ia mengatakan hal tersebut, boleh saja masuk pada SMA dan SMK yang lain tetapi melalui pemerintah Provinsi Jawa Barat.