Dikatakan Fahri, kebohongan Ratna ini memiliki dimensi politik, karena pengakuan awal Ratna sudah menjadi isu politik dan mampu membuat riuh politik bangsa. ”Apa yang terjadi beberapa hari ini dan pengakuan Ibu Ratna itu telah menjelma menjadi isu politik, yang membuat kehidupan politik dan jagad politik kita cukup gaduh di tengah situasi kita seperti ini,” jelas Fahri.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini melanjutkan, kebohongan Ratna Sarumpaet ini ada konsekwensi, baik secara sosial maupun politik. Namun, yang terpenting dalam kebohongan ini adalah yang bersangkutan cukup dimaafkan atau memiliki konsekwensi hukum.
”Saya kira itu akan punya konsekuensi, baik secara sosial maupun poltik. Tetapi yang terakhir yang lebih penting adalah menelisik apakah kelakuan seperti ini cukup dimaafkan atau dia memiliki konsekuensi hukum, terutama kepada Ibu Ratna sendiri yang telah secara tega memberi keterangan bohong kepada orang-orang penting itu,” tegas Fahri.
Politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu pun menambahkan, kejadian semacam ini diharapkan tidak terulang lagi ke depan. Sebab kebohongan mampu membuat kegaduhan di tengah-tengah masyarakat, dan bahkan melahirkan kemarahan dari pihak-pihak yang merasa kasihan terhadap kondisi Ratna Sarumpaet yang mengaku dianiaya.
”Jadi ini kompleks prosesnya. Saya lebih cenderung supaya peristiwa ini tidak terulang, maka harus tetap ada konsekwensi kepada pribadi-pribadi tertentu untuk bertangung jawab. Karena apapun peritiwa ini telah terjadi dan mengakibatkan di masyarakat kita muncul kesimpang-siuran. Bahkan sempat melahirkan kemarahan, untung kemarahannya tertahan dan tidak berlanjut, tentu berbahaya sekali. Ini memiliki dimensi hukum yang perlu dikaji oleh penegak hokum,” tutup Fahri. (rba/ziz/ign)