Istilah luluh lantak mungkin tepat bagi kawasan ini. Rumah terangkat, tergulung, lalu tertanam.
RIDWAN M-NURHADI, Palu
KERINGAT operator ekskavator meleleh. Terik menyengat. Di kedalaman enam meter dari tumpukan material, seorang bocah ditemukan. Telah meninggal.
Lokasinya di Perumnas Balaroa. Sebuah wilayah yang masuk daerah administratif Kecamatan Palu Barat, Kota Palu. Tepat berbatasan dengan Kelurahan Donggala Kodi, Kecamatan Ulujadi. Masih daerah Palu. Di bagian selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sigi, Sulteng.
Bukan tsunami yang melantakkannya, melainkan fenomena likuifaksi. Masih efek dari gempa. Kontur Balaroa berbukit. Jalanan sedikit menanjak dari arah Jalan Manggis, akses dari Kota Palu menuju Balaroa.
Di tempat ini, mayoritas penduduknya keturunan Sulsel. Bugis, Makassar, dan Mandar. Saat mengunjungi tempat ini, saya bertemu Asmira, 45. Seorang perempuan asal Polman.
Matanya sembap. Air matanya terus mengucur di sudut matanya. Perempuan yang mengenakan sarung batik, sesekali menyeka cairan bening di sudut matanya. “Saya juga kena ujian…,” katanya lirih.
Dia datang didampingi anaknya, Nuradilah, 23, yang juga mahasiswi Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako, angkatan 2014. Mereka salah satu keluarga yang berduka. Anggota keluarga mereka hilang tertelan bumi.
”Adik dan sepupu saya tertimbun reruntuhan,” ujar Nuradilah dengan wajah muram.
Dia kesulitan menjelaskan situasi gempa. Sangat tak masuk akal jika membandingkannya dengan gempa yang selama ini dilihatnya di Youtube.
Adiknya, Khareunnisa, mahasiswi Fakultas Teknik Arsitektur Untad, angkatan 2016, tertelan bumi secara mendadak, lalu dimuntahkan, lalu tertelan lagi. ”Lantai ada yang terbang, ada juga yang amblas. Terbelah dengan posisi berbeda,” katanya.
Pengakuan Masnur, 38, lain lagi. Warga Birobuli ini mengatakan, tiga anaknya meninggal. Masing-masing berusia 4 tahun, 9 tahun, dan 11 tahun. “Sudah habis semua kasian,” katanya.
Warga lain yang yang datang mencari keluarganya adalah Rizki, 24, warga asal Parigi, Sulteng.
Kakak dan iparnya, Akbar dan Irma, serta ponakannya, Sarah, 9, jadi korban. Akbar sempat selamat, namun Irma dan Sarah tak lolos. “Kemungkinan masih banyak yang tertimbun di sini, Pak,” katanya.