SALAH satu dari enam ”Quick Win” versi Gubernur Jabar terpilih Ridwan Kamil adalah ”koreksi pendidikan”, berbeda dengan quick win yang lainnya yang beraroma optimisme dan kebaruan yaitu: launching satu desa satu perusahaan, satu pesantren satu produk, provinsi digital, hibah bus wisata dan Jabar quick response.
Quick win tentang koreksi pendidikan ini unik dan menjadi daya tarik untuk dikaji. Bukan saja karena esensi paradoksialnya dengan ke lima quick win yang lainnya melainkan juga menarik dari sudut pemaknaan bahasa maupun dari area urusan yang menjadi perhatian dan mungkin juga representasi kegalauan terhadap potret riil penyelenggaraan pendidikan Jawa Barat saat ini.
Dari kacamata pengguna kebijakan pendidikan, kesan yang di tangkap dari keseluruhan pengamatan, penilaian dan komunikasi seorang gubernur terpilih itu terhadap penyelenggaraan pendidikan di wilayah yang menjadi tanggungjawabnya bisa disederhanakan sebagai ”Pendidikan yang terkoreksi”.
Artinya praktik penyelenggaraan pendidikan Jawa Barat sejak berlangsungnya alih kelola pendidikan menengah telah diketahui kekurangan dan kelebihannya, kelemahan dan kekuatannya serta ancaman dan peluang yang dimilikinya.
Tinggal bagaimana buah koreksi ini menemukan solusinya dan darimana harus dimulai agar koreksi pendidikan ini benar-benar mengembalikan ruh penyelenggaraan pendidikan pada konsep idealismenya sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk memandu langkah-langkah bijak gubernur terpilih dalam mengurai benang kusut praksis pendidikan Jawa Barat. Sebab, saya yakin ”blueprint” ke arah pendidikan Jabar masa depan yang dikonsepkan melalui strategi ”Jabar Masagi” sudah disiapkan melalui proses membaca, mengamati, bertanya dan berdialog dengan semua stakeholder pendidikan serta evaluasi dan koreksi terhadap penyelenggaraan pendidikan yang sedang berlangsung. Tulisan ini lebih bersifat ”Citizen report” yang mudah-mudahan sejalan dengan konsep yang sudah disiapkan oleh gubernur terpilih.
Pendidikan yang terkoreksi intinya adalah; pertama mengoreksi kapasitas dan kualitas personil pimpinan Organisasi Perangkat Daerah pendidikan yang harus profesional dan clear. Kedua mengoreksi manajemen penyelenggaraan pendidikan yang seharusnya menyuguhkan konsep SPOAC secara professional dan memprioritaskan ketercapaian tujuan pendidikan nasional.