”Mungkin juga perusahaan-perusahaan plat merah, perbankan misalnya. Bisa mengurangi tenaga kerja, disatu sisi iya. Tapi ini akan menciptakan pekerjaan-pekerjaan berbasis pada komunitas. Terutama komunitas online. Tidak terpikirkan dulu, mengirimkan barang secara cepat hanya dengan mengandalkan tenaga-tenaga di sekitar kita,” sambungnya.
Dia pun setuju dengan pernyataan pemerintah Indonesia melalui sejumlah menterinya yang menyebutkan telah siap menghadapi era Industri 4.0.
”Menteri itu tidak salah. Siap itu, dalam pengertian infrastrukturnya disiapkan dengan infrastruktur IT dan segala macamnya. Yang kedua, pemerintah harus legowo beberapa perusahaan plat merahnya harus disiapkan untuk mengurangi tenaga kerja. Dengan dialihkan pada jenis pekerjaan baru, mungkin literasi yang sebenarnya mereka sudah memiliki literasi yang tinggi.”
”Saya, selalu berpikir teknologi itu selalu membawa dua sisi. Sisi kehawatiran negative, sisi kehawatiran membuka peluang pekerja-pekerja baru. Cuma sekarang soal data statistiknya perlu dibuktikan, dan saya yakin dalam posisi ini pemerintah harus membuat klasifikasi atau terminology pekerjaan-pekerjaan entrepreneurship yang baru, tidak terikat pada pekerjaan. Dulu kan? Kalau ditanya pekerjaan, pegawai negeri, pegawai swasta, buruh kantor, atau apa. Sekarang kita tidak pernah berpikir, o ada ahli coder yang bisa membaca data statistic. Ada ahli webdesigner, ada yang namanya weblayoutdesigner, ada yang namanya software designer, ngga kepikiran dulu. Ada, tapi tidak disusun klasifikasinya,” tutup Atwar yang saat ini tengah mengembangkan sebuah software untuk para dokter untuk bisa berkumpul membuat sebuah jejaring yang dapat melayani layanan kesehatan, terhadap orang-orang yang tidak memiliki akses informasi. (ign)
IGUN GUNAWAN/JABAR EKSPRES <br/> SONGSONG ERA 4.0: Dr. Atwar Bajar M.Si saat memberikan pemaparan pada Kuliah Umum Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Pasundan, Jalan Lengkong Besar, kemarin (19/20).