NGAMPRAH– Jumlah pernikahan dini di Kabupaten Bandung Barat masih tinggi, terutama di beberapa wilayah seperti di Kecamatan Cipongkor, Sindangkerta, Gununghalu hingga Rongga. Hal itu diakibatkan beberapa faktor seperti kondisi ekonomi keluarga dan banyaknya anak-anak yang tak mampu melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
“Faktor utama seperti kondisi ekonomi dan pendidikan. Sehingga kami terus melakukan sosialisasi agar menekan angka pernikahan dini di Bandung Barat,” ujar Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DPPKBP3A) KBB, Euis Siti Jamilah, Minggu (26/8).
Berdasarkan data dari DPPKBP3A KBB pada tahun 2015 angka perkawinan dini di KBB berjumlah 7.884 perkawinan dengan usia 19 dan 18 tahun ke bawah. Sementara pada tahun 2016 berjumlah 4.759 perkawinan dini.
Meski demikian, Euis mengklaim bahwa angka pernikahan dini terus mengalami penurunan. Menurutnya berdasarkan data dari DPPKBP3A pada tahun 2018, angka pernikahan dini di KBB berjumlah 1.000 perkawinan. “Dari tahun ke tahun angka pernikahan dini di Bandung Barat menurun. Faktor menurunnya angka ini, tidak terlepas dari meningkatnya SDM melalui pendidikan. Faktanya, angka 1.000 pada tahun ini, itu juga hanya terbagi di 16 kecamatan,” ungkapnya.
Menurut Euis, pernikahan pertama kali sebaiknya minimal umur 19 tahun untuk perempuan dan 23 tahun untuk laki-laki. Namun, saat ini tetap saja bahwa masih ada masyarakat yang terpaksa menikah di bawah batas usia tersebut.
Pemerintah daerah, kata dia, saat ini berupaya menekan pernikahan dini melalui sosialiasi sampai ke tingkat desa. “Setiap tahun kita turun ke lapangan melakukan sosialiasi untuk memberikan edukasi tentang pernikahan dini. Hampir semua di 16 kecamatan sudah kita lakukan sosialiasi,” katanya.
Selain itu, dia juga menyebutkan saat ini ada 2.700 perempuan menjadi kepala keluarga (Pekka). Ribuan perempuan tersebut terpaksa menjadi tulang punggung keluarga karena berbagai alasan, seperti ditinggal suami karena meninggal, bercerai dan suaminya sakit. Menurutnya, para perempuan tersebut saat ini sudah masuk dalam kelompok Pekka di KBB. “Tahun ini ada 49 kelompok yang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Dengan masing-masing kelompok mendapatkan bantuan uang sebesar Rp 10 juta,” ungkapnya.