”Sungai-sungai di Indonesia menyimpan potensi energi yang sangat besar, sekitar 75 GW. Begitu juga posisi Indonesia yang berada di area ring of fire Asia Pasifik, yang menjadi tempat bertemunya sejumlah gunung berapi yang masih aktif di wilayah Asia Pasifik, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan potensi geothermal terbesar ke-2 di dunia setelah Amerika Serikat, dengan potensi lebih dari 28 GW. Namun pemanfaatannya masih sangat kecil,” urainya.
Dia memerinci, harga jual listrik, PLTU Batubara memang paling murah. Saat ini PLN bisa membeli dengan harga USD 5 cent/kWh dari Independent Power Producer (IPP) tetapi harga batubara fluktuatif, dan juga tidak ramah lingkungan. Pembangunan PLTA harganya mahal. Antara lain karena porsi pekerjaan sipil (civil work) yang besar, seperti pengerjaan bendungan dan penstock (pipa pesat) serta lokasinya yang sulit diakses.
”Tapi, energi primernya bisa diperoleh dengan gratis dan bisa dibangun beberapa pembangkit dalam satu aliran sungai dalam jarak yang berdekatan (cascade/ berjenjang) dengan memanfaatkan perbedaan elevasi,” kata Handoko.
Menurut dia, selama ini, banyak masalah yang harus dihadapi para investor untuk membangun pembangkit listrik, mulai dari pengurusan perizinan, pembebasan lahan, atau juga isu sosial yang melibatkan masyarakat sekitar, karena lokasi pemukimannya akan dijadikan bangunan pembangkit. Pemerintahan Jokowi–JK telah membuat berbagai terobosan untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut, mulai pemangkasan birokrasi perizinan hingga kebijakan-kebijakan yang mempermudah investasi. (rls)