JAKARTA – Dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kali ini menggunakan sistem zonasi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi Kementerian Pendidikam dan Kebudayaan (Kemendikbud). Namun di sisi lain masih ada kritik mengenai maraknya penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) tidak valid untuk mendaftar ke sekolah.
Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, mengatakan jika sistem zonasi merupakan strategi pemerintah dalam mewujudkan pemerataan akses dan mutu pendidikan secara nasional.
”Sistem zonasi, menurut Mendikbud, merupakan bentuk penyesuaian kebijakan dari sistem rayonisasi. Karena, rayonisasi lebih memperhatikan pada capaian siswa di bidang akademik, sementara sistem zonasi lebih menekankan pada jarak atau radius antara rumah siswa dengan sekolah,” katanya kemarin (11/7) saat ditemui di kantornya. Hal ini memiliki nilai positif. Sebab siapa yang lebih dekat dengan sekolah lebih berhak mendapatkan layanan pendidikan dari sekolah itu.
”Nilai UN dalam system zonasi bukan untuk membuat rangking masuk sekolah tertentu, tetapi dalam rangka seleksi penempatan. Sehingga tidak berpengaruh pada hak siswa untuk masuk ke dalam sekolah yang dekat dengan rumahnya,” imbuhnya.
Retno menegaskan jika apresiasi juga diberikan atas KPAI keberpihakan pada kelompok miskin yang kerap memiliki keterbatasan. Dalam Permendikbud nomor 14 tahun 2018 disebutkan jika setiap sekolah minimal memberikan 20 persen kusinya kepada mereka yang tidak mampu. Kondisi ekonomi yang tidak mampu itu ditunjukkan dengan SKTM yang dikeluarkan oleh pemimpin daerah setempat.
”Kata paling sedikit membuat daerah dan sekolah tidak bisa menolak ketika jumlahnya sudah 20 persen, karena tidak ada batas maksimal,” ungkapnya. Hal iti memicu masyarakat memanfaatkan peluang lemahnya kontrol pemberian SKTM oleh kelurahan setempat, sehingga banyak salah sasaran.
”Terkait ini (SKTM tidak valid, Red) KPAI menyampaikan apresiasi kepada Gubenur Jawa Tengah yang sudah memerintahkan pihak sekolah untuk melakukan verifikasi faktual terhadap siswa yang mendaftar di jalur yang menggunakan SKTM,” ujarnya. Dari Hasil verifikasi ada 78.065 SKTM yang dianggap palsu dan dibatalkan penerimaannya. Sehingga untuk PPDB SMA/SMK bisa kembali dibuka.
Selain itu sistem zonasi ini menurut Retno harusnya menjadi momentum pemerintah daerah lebih memperhatikan pemenuhan standar nasional pendidikan di wilayahnya. ”Anggaran pendidikan tidak melulu untuk sekolah yang dianggap favorit, karena kebijakan ini menghilangkan dikotomi sekolah favorit dan tidak,” ujarnya.