Sejalan dengan Hasto, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menyampaikan keputusan yang diambil KPU harus dihargai. ”Bagaimana pun juga putusan ini adalah bagian dari cara untuk sedikit memperbaiki bangsa yang carut marut karena koruptor,” kata Ujang.
Diketahui, dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 terdapat norma larangan mantan narapidana pidana korups. Larangan itu terdapat pada pasal 4 ayat 3 yang berbunyi, ‘Dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi’.
Kemudian, dipertegas pada pasal 7 ayat 1 huruf g yang berbunyi, ‘bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah WNI dan harus memenuhi persyaratan: tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang diancam dengan pidana penjara5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Pengamat Politik Universitas Al-Azhar tersebut menyarankan agar setiap mereka yang tidak setuju dengan keputusan tersebut bisa melayangkannya ke Mahkamah Agung melalui Judicial Review.
”Jika mereka tidak setuju kan bisa mengajukan uji materi ke MA,” kata Ujang.
Ujang menuturkan memang putusan yang dibuat oleh KPU menjadi sebuah polemik baru Karena disatu sisi mereka yang telah menjadi mantan koruptor masih mempunyao hak memlih dan dipilih sebagai warga negara namun Disisi yg lain terhalang oleh adanya PKPU tersebut.
”Makanya negara kita itu negara hukum, hukum lah yang harus bicara, Melakukan uji materi ke MA adalah cara yang terbaik. Agar ada kepastian hukum untuk solusinya,”tandasnya. (ZEN/FIN)