Meski tak menghadirkan kepala daerah terpilih, Bahtiar menyebut kasus tumbangnya kandidat tunggal dari kotak kosong merupakan pembelajaran demokrasi yang baik. Artinya, saat ini suara masyarakat lah yang berdaulat. Pemilih sudah tak mau diarahkan untuk memilih satu paslon saja di Pilkada.
”Rakyat hari ini yang berdaulat, rakyat itu tidak bisa dipaksa paksa dan digiring giring, ketika dia disediakan calon pemimpin yang tidak sesuai dengan nuraninya atau maunya atau pilihannya, dia tidak setuju dengan calon pemimpin yang disediakan itu,” tandasnya.
Tak hanya itu, Bahtiar menyebut kasus ini dapat menjadi intropeksi bagi seluruh institusi dan pemerintahan negara. Dengan pembiayaan yang begitu tinggi, negara belum dapat menghasilkan pemimpin di daerah lantaran penolakan paslon tunggal.
”Kalau sudah kita proses (pilkada) tapi tidak menghasilkan kepala daerah, perlu kita diskusikan kembali tata kelola pemerintahan seperti ini apa kekurangannya,” pungkasnya. (aim/JPC)