Susahnya Mengakrabi Buku

Selain harus akrab dengan dunia digital, guru ataupun siswa harus tetap istiqamah dalam memegang prinsip ilmu identik dengan buku dan mengakrabinya. Seperti halnya mengakrabi smartphone yang selalu dibawanya ke manapun pergi. Mengapa? Karena guru dan siswa tidak dipisahkan dari buku. Buku adalah segalanya!

Jika guru atau siswa mengandalkan seratus persen pasokan informasi dan pengetahuannya dari Mbah Google, dikhawatirkan nanti akan melahirkan ekses yang kurang baik. Sejatinya, kita jangan pernah melupakan buku sebagai penyeimbangan yang sangat akurat. Informasi dari internet, terutama media sosial, sifatnya instan, belum jelas terkonfirmasi kebenarannya, dan tidak jelas sumbernya dari mana.

Cintai buku

Mengulas masalah guru dan siswa yang dikaitkan dengan buku, memang terdengar klasik dan membosankan. Namun, jika hal ini tidak terus-menerus disinggung dan dibahas, maka guru dan siswa akan kehilangan teman sejati, yakni buku dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Bukankah ini sebuah kerugian bagi kita?

Sejatinya kita khawatir dengan konsekuensi ini, guru ataupun siswa lebih sedikit waktunya untuk membaca buku, tidak lagi mencintai buku, hanya mengandalkan bantuan internet, serta menganggap bahwa mencari ilmu dari buku itu sudah ketinggalan zaman. Kita khawatir bahwa kita akan lebih terpengaruh arus media sosial yang lebih cenderung berwatak simpel, sederhana, cepat, terlalu mudah dicekoki, gampang menyebarkan berita-berita yang tidak jelas sumbernya.

Insan-insan yang berprofesi guru ataupun siswa, harus mengakrabkan diri dengan buku, apapun kondisi dan alasannya. Mengapa? Beberapa diantara kegunaannya adalah untuk memperkuat daya logis dalam berpikir, matang dalam mengambil tindakan, tidak terburu-buru dalam menyikapi suatu masalah, dan kuat dalam argumentasi dan tentu saja akan disegani oleh kalangan siswa.

Akrab dengan gawai dan media sosial adalah wajib karena memang inilah saatnya digital memainkan peran penting itu. Namun, mencintai buku juga kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Jika semua orang memegang gawai, lantas siapakah yang akan memegang, membaca, mengakrabi, dan mencintai buku? Wallahu a’lam. Hanya Tuhanlah pemegang kebenaran yang sejati. ***

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan