BANDUNG – Berkembang atau tidaknya sebuah bahasa bergantung pada seberapa banyak bahasa tersebut digunakan. Semakin semakin sedikit digunakan, tentunya bahasa akan punah dengan sendirinya.
Secara politis, di Indonesia sendiri ada tiga bahasa yang ditetapkan pemerintah dan bisa digunakan masyarakat, yaitu bahasa nasional atau Indonesia, bahasa daerah serta bahasa asing. Namun seiring kemajuan zaman, rupanya bahasa daerah semakin terkikis karena masyarakat lebih bangga menggunakan bahasa asing.
Anggota Komisi X DPR RI, Popong Djunjunan menilai, bahasa Sunda telah mengalami kemunduran jika dibandingkan 50 tahun lalu. Namun, kemunduran tersebut tidak begitu saja bisa menyalahkan masyarakat yang lebih memilih mempelajari dan menggunakan bahasa asing.
Menurutnya, adanya undang-undang tentang otonomi daerah merupakan penentu berkembang atau tidaknya bahasa daerah di wilayah tersebut. Sebab, secara faktual yang mempunyai kewenangam untuk mengurus bahasa daerah adalah pemerintah daerahnya sendiri.
”Kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Sekarang harus komitmen dan tekad bersama-sama untuk melaksanakan undang-undang,” kata perempuan yang akrab disapa Ceu Popong kepada Jabar Ekspres, belum lama ini.
Ceu Popong menuturkan, untuk menjaga bahasa tetap lestari, pemerintah pusat pun sudah membuat undang-undang tentang kebahasaan. Dalam undang-undang tersebut disebutkan pemerintah daerah wajib memelihara bahasa dan sastra di daerahnya agar mampu berkembang dan tidak mengalami kepunahan.
”Sudah jelas, itu sudah hitam di atas putih, baik pemerintah eksekutif maupun legislatif nya itu yang harus menjaga bahasa daerah agar tidak akan mati,” kata dia lagi.
Sementara itu, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Jawa Barat, Cucu Sukmana mengatakan, saat ini banyak guru bahasa Sunda yang mengajar di luar kompetensi atau sesuai dengan lulusannya. Menurutnya, kekurangan guru bahasa Sunda dinilai jadi penyebab banyaknya guru dari jurusan lain yang terkesan dipaksakan mengajar bahasa Sunda.
”Rangkap atau tidak rangkap pun juga basic pendidikannya tidak mendukung sebetulnya. Jadi jangan sampai persepsinya gugur sama kewajiban,” ujar Cucu.
Dalam penerimaan guru bahasa Sunda, lanjut Cucu, baik itu yang berstatus PNS maupun lainnya terbilang sangat sedikit. Namun, dengan adanya penangguhan penerimaan PNS, dirinya meminta agar pemerintah daerah baik itu provinsi dan juga kabupaten/kota agar memberi perhatian lebih terhadap guru bahasa Sunda.