Bagaimana cara meningkatkan mutu itu? JK membedahnya dengan mulai mengungkapkan dua kecenderungan utama dalam pendidikan. Yakni pendidikan yang lebih mengandalkan inovasi dan pendidikan yang mengutamakan skill. Menurut dia, pendidikan di Amerika Serikat lebih didorong untuk peningkatan inovasi. Berbeda dengan Jerman dengan paham skill dan match-nya dengan dunia industri. ”Jepang Korea ikut Jerman tapi AS yang masih paling maju di dunia. Negara lain ikuti,” ungkap dia.
Indonesia berupaya meningkatkan skill itu dengan membangun SMK di banyak tempat. Tapi, ternyata kebutuhan guru yang cakap masih kurang. Guru lebih banyak mengajar di kelas dengan papan tulis. Padahal, semestinya siswa SMK banyak praktik. Akhirnya banyak tamatan SMK itu tidak punya kemampuan yang cukup. Jumlah SMK yang mencapai ribuan tidak bisa jadi ukuran lagi. ”Tak bisa kita bicara di atas kertas bahwa kita memiliki SMK sekian puluh ribu. Itu juga kesalahan saya juga tentu sebagai pemerintah,” ujar JK diiringi tepuk tangan.
JK mengusulkan kebutuhan guru itu bisa didapatkan dari tenaga profesional yang punya skill mumpuni. ”Kita sudah bicara keterbukaan kepada pak Menteri. Banyak sekali ahli yang kerja di perusahaan kontraktor, perusahaan apa, mungkin bisa diangkat jadi guru di sekolah kejuruan. Jangan kita terbatas aturan SK tak boleh,” ujar dia.
Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy tidak menampik jika kementeriannya menerima dana yang cukup besar. ”Memang ads tiga kementerian yang menerima dana besar. Kemenag, Kemenistek dikti, dan Kemendikbud,” ujarnya. Dia pun juga mengamini jika kritik JK tidak ada yang salah.
Muhadjir membeberkan tidak maksimalnya pendidikan di Indonesia dikarenakan masih banyak guru yang tidak kompeten. Terutama guru untuk pendidikan vokasi atau SMK. ”Sebenarnya syarat SMK tidak bisa terpenuhi sebab tidak ada guru,” ujarnya. Misalnya saja dsri jurusan pertanian, kelautan, industri kreatif, dan pariwisata. ”Tidak ada IKIP (perguruan tinggi yang dikhususkan mendidik calon guru, Red) yang membuka keguruan untuk empat bidang itu,” imbuhnya.
Dia juga mengatakan jika tidak semua SMK memenuhi standar kompetensi. Sebab lebih banyak guru yang mengajar bidang adaptif dan normatif. Sementara guru untuk bidang yang dalam jurusan hanya sedikit. ”Totalnya hanya 35 persen,” ungkapnya.