Setelah Robot Pintar, Kini Kembangkan USG Jarak Jauh

Diakui, ilmu tentang robotika dan sistem kecerdasan buatan begitu diperlukan. Seperti dalam pidato pengukuhan gelar guru besarnya, Wisnu mengatakan, riset atau inovasi di bidang robotika dan kecerdasan buatan menjawab permasalahan bangsa. Dia mencontohkan Indonesia yang menghadapi persoalan terkait kesehatan serta masalah kemacetan di kota-kota besar.

Untuk menjawab tantangan sektor kesehatan, Wisnu menghadirkan Tele-EKG. Peranti itu dilengkapi sensor, aplikasi untuk dokter dan pasien, serta server. Dalam sistem kerja Tele-EKG itu, Wisnu membenamkan unsur sistem kecerdasan buatan dalam sensor dan aplikasi smartphone-nya.

Melalui proses pengolahan data, akan diperoleh hasil analisis secara akurat apakah pasien dalam keadaan sakit atau terjadi kelainan. ”Proses tersebut menggunakan klasifikasi sebagai sistem cerdasnya,” tuturnya. Metode klasifikasi itu akan menentukan akurasi kondisi jantung yang dideteksi.

Sambil terus mengembangkan Tele-EKG itu, Wisnu dan rekannya yang tergabung dalam tim Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional (Insinas) mengembangkan Tele-USG. Perangkat Tele-USG diharapkan bisa menjadi solusi persoalan tingkat kematian ibu hamil maupun janin di Indonesia. Melalui Tele-USG, pengecekan kandungan bisa dilakukan dari jarak jauh melalui aplikasi smartphone.

Prinsip kerja Tele-USG adalah perempuan yang hamil diperiksa melalui perangkat Tele-USG. Di antaranya, mengukur dan mendeteksi bentuk kepala bayi serta organ bayi lainnya. Hasil citra USG kemudian diolah melalui sistem kecerdasan buatan dan dikirim ke aplikasi dokter dan pasien. Dengan demikian, itu bisa menjadi solusi persoalan sebaran dokter kandungan.

Dia mencontohkan, informasi yang didapat pada 2016 menyebutkan di Jawa Barat ada 356 dokter kandungan. Sebanyak 108 orang di antaranya berada di Kota Bandung. Dengan begitu, daerah lain mengalami kekurangan dokter kandungan. Bahkan, di Pangandaran pada 2016 tidak ada dokter kandungan.

Kemudian, riset intelligent transportation system (ITS) berguna untuk mengatasi persoalan kemacetan. Saat ini salah satu upaya mengurai kemacetan seperti di kawasan Puncak, Bogor, adalah menerapkan sistem buka-tutup. Namun, cara itu ternyata dirasa kurang efektif lantaran kemacetan masih terjadi.

Untuk itu, dibutuhkan teknologi yang dapat mendeteksi atau melacak kendaraan, menghitung jumlah kendaraan, serta memantau arus lalu lintas. Data yang dikumpulkan bisa dimanfaatkan untuk membuat lampu lalu lintas adaptif. Kemudian, lampu lalu lintas adaptif itu menyala merah, kuning, atau hijau bisa secara otomatis berubah-ubah sesuai kepadatan lalu lintas. (*/c10/oki)

Tinggalkan Balasan