Ahli robotika dan sistem kecerdasan buatan (artificial intelligence) di Indonesia mungkin banyak. Namun, yang mendalami dua bidang keilmuan itu bisa jadi masih langka. Salah satunya Wisnu Jatmiko yang baru dikukuhkan sebagai guru besar robotika dan sistem cerdas Universitas Indonesia (UI).
M.HILMI SETIAWAN, Depok
SEBUAH layar monitor dibiarkan menyala di salah satu sudut ruang laboratorium Computer Networks, Architecture, and High Performance Computing (CNAHPC) Fakultas Ilmu Komputer (FIK) UI Jumat (5/1). Monitor itu menunjukkan tayangan langsung CCTV yang dipasang di salah satu sudut jalan raya Lenteng Agung tidak jauh dari kampus UI Depok.
Jika diamati lebih jauh, kamera CCTV yang terhubung dengan komputer itu tidak sekadar merekam. Tetapi, juga mendeteksi dan menghitung setiap mobil yang melintas. Saban ada mobil yang lewat dan tertangkap CCTV, langsung muncul simbol lingkaran hijau tepat di mobilnya.
Data perhitungan traffic itu kemudian diolah sehingga bisa dibuat untuk menganalisis kepadatan lalu lintas. Jika dikembangkan lebih lanjut, hal tersebut bisa digunakan untuk menunjang pengaturan traffic light. Di laboratorium itu banyak alat hasil pengembangan ilmu robotika dan kecerdasan buatan. CCTV tersebut hanya salah satunya. Alat lainnya yang saat ini masih masuk tahap riset dan pengembangan adalah Tele-EKG.
Peranti yang didanai hibah anggaran UI dan Kemenristekdikti itu memiliki fungsi utama untuk mendeteksi detak jantung seseorang. Kemudian, secara cerdas alat tersebut akan mendeteksi apakah detak jantung seseorang itu normal atau bermasalah. Kemudian, ada beberapa unit robot kecil dengan roda mirip tank.
Wisnu Jatmiko memberi nama robot itu Odor Source Localization. Robot yang mulai dirancang pada 2007 tersebut berkategori swarm robot. Artinya, robot itu bekerja secara berkelompok dalam beberapa unit. Empat unit, lima unit, dan seterusnya. Fungsi utama robot yang diberi nama lain Al-Fath tersebut adalah mendeteksi kebocoran gas beracun. ”Robot ini bekerja secara otomatis,” kata Wisnu.
Pria kelahiran Surabaya, 16 Desember 1973, itu mengatakan bahwa robot Odor tidak dikendalikan remote atau sejenisnya. Dalam dunia robotika dikenal sebagai autonomous robotic system. Dengan demikian, sekelompok robot itu dalam misinya benar-benar bisa menggantikan tugas manusia atau anjing pelacak. Sebab, jika mengirim manusia untuk mendeteksi titik kebocoran gas beracun, cukup berisiko. Robot Odor bisa berjalan sendiri menuju titik kebocoran gas karena sudah ditanamkan informasi soal kepekatan gas.