Kasus ini sudah disidik sejak 2015 lalu oleh Bareskrim Polri. Pembangunannya dilakukan oleh Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung, PT Penta Rekayasa (Konsultan Perencana), PT Adhi Karya (kontraktor pelaksana pekerjaan), PT Indah Karya (Konsultan Manajemen Kontruksi).
Dana proyek tersebut berasal dari APBD Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung tahun anggaran 2009 hingga 2013 dengan nilai proyek sebesar Rp 545.535.430.000. Sebelum masuk meja hijau, BPKP mencatat kerugian negara pada proyek ini mencapai Rp 103 miliar. Namun, dikarenakan pihak Adhi Karya menyelesaikan sisa proyek yang belum selesai, BPKP menghitung kerugian negara hanya Rp 60 miliar.
Kepala Bareskrim saat itu, Komisaris Jenderal Budi Waseso sempat meninjau lokasi Stadion GBLA beberapa kali. Saat itu, dia melarang penggunaan stadion untuk keperluan apa pun dan menyatakan stadion tersebut telah gagal konstruksi.
Namun, pada Januari 2016, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heriawan meminta Bareskrim mengizinkan penggunaan stadion untuk Pesta Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat pada September 2016. Stadion GLBA pun akhirnya digunakan untuk PON dan sampai saat ini stadion tersebut masih tetap digunakan sebagai kandang tim Persib Bandung.
Sebelumnya dalam dakwaan, jaksa mengatakan, bahwa Yayat didakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dalam kasus korupsi tersebut yang merugikan keuangan negara Rp 103,5 miliar dari total anggaran Rp 545 miliar.
Berdasarkan fakta sidang yang dibacakan jaksa menyatakan, kerugian negara telah berkurang menjadi Rp 76 miliar. Sebab pihak kontraktor dalam hal ini PT Adikarya telah menyelesaikan beberapa pekerjaan yang belum terselesaikan. (yul/nif/rmo/ign)