JAKARTA – Pembentukan satgas anti-money politics terus dimatangkan. Salah satu tugasnya mengidentifikasi kerawanan politik uang di setiap daerah. Mereka juga akan mempelajari pasangan calon (paslon) kepala daerah, partai politik, maupun kondisi masyarakat setempat.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol M. Iqbal menjelaskan, identifikasi kerawanan dilakukan satgas anti-money politics dengan sejumlah cara. Salah satunya, mempelajari paslon kepala daerah, asal partai, dan komposisi partai. ’’Semua aspek, ya,’’ ujarnya.
Selanjutnya, satgas menilik kondisi masyarakat di daerah yang menyelenggarakan pilkada. Dengan begitu, daerah yang rawan money politics dapat diketahui. ’’Sebagai antisipasi,’’ tuturnya ketika dikonfirmasi kemarin.
Dari 171 daerah yang melangsungkan pilkada, ada beberapa yang dinilai rawan politik uang. Di antaranya, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat. ’’Makanya, satgas ini secepatnya dibentuk,’’ paparnya.
Satgas akan disusun Bareskrim bersama sejumlah lembaga. ’’Kami akan duduk bersama untuk menyusun ini,’’ jelas mantan Kapolrestabes Surabaya tersebut. Rencananya, satgas anti-money politics dibentuk pekan ini oleh Bareskrim. Namun, peresmiannya belum diketahui. Satgas tersebut juga dipastikan tidak tumpang tindih dengan sentra gakumdu yang biasanya dibentuk ketika pilkada.
Polri juga ingin mencegah penggunaan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam kampanye. Karena itu, Polri juga berencana membentuk satgas anti-SARA. ’’Tujuannya sudah jelas,’’ tegasnya.
Satgas anti-SARA akan berkoordinasi dengan sejumlah lembaga lain. Misalnya, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Bareskrim, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). ’’Penggunaan isu SARA saat ini masih masif,’’ jelasnya.
Untuk mengatasi kasus SARA, berbagai langkah akan dijalankan. Awalnya, dilakukan pendekatan dan warning lebih dulu. Jika pendekatan edukatif itu tidak diindahkan, bisa dilanjutkan dengan proses hukum. (idr/c15/oni/rie)