Aplikasi Sekolah Juara (Sakoja) yang diciptakan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung meraih penghargaan Kita Harus Belajar (Kihajar) 2017 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sistem ini dibuat secara gratis namun dampaknya bisa mengefektifkan anggaran senilai belasan miliar rupiah.
ANDY RUSNANDY, Bandung
WAJAH Bambang masih saja tampak semangat. ”Baju besinya” masih terpakai lengkap. Pakaian putih, celana hitam. Lengkap dengan sepatu yang masih mengkilap. Dan ID Card dinas yang masih kokoh tergantung di dada sebelah kirinya. Padahal, malam itu semua orang tampak lelah. Habis begadang mempersiapkan Festival Bandung Ulin.
Dia ditemani tim TIK Kota Bandung dan sejumlah panitia festival. Makan dan berbincang santai melepas penat di salah satu rumah makan. Obrolan tak lepas dari kegiatan dan aplikasi Sakoja yang baru saja diluncurkan di SOR Arcamanik oleh Wali Kota Bandung Ridwan Kamil didampingi Kadisdik Kota Bandung Elih Sudiapermana.
Wartawan Jabar Ekspres menggali informasi. Tentang Sakoja. Yang bisa di-download melalui hape berbasis android di aplikasi PlayStore.
Sakoja bukan sulap bukan sihir. Ia ciptaan Bambang Ariyanto sejak dia menjabat Kasi Kurikulum SMP di Disdik Kota Bandung Januari 2017 silam. Dibuat tanpa mengeluarkan biaya alias gratis dengan melibatkan relawan dari tim TIK Kota Bandung. ”Tapi hasil dari Sakoja ini, anggaran bisa efektif puluhan miliar rupiah,” kata Bambang malam itu.
Bagaimana sistem ini bisa mengefektifkan sumberdaya dan waktu? Bambang memberikan penjelasan detail. Di mana sumberdaya termasuk kertas dan anggaran. Perhitungannya, jika seorang guru rata-rata per tahun melaksanakan delapan kali ulangan harian dan empat kali ujian, total setahun menggelar 12 kali tes.
Di Kota Bandung, terdapat 120.000 siswa SMP dengan jumlah 10 mata pelajaran (mapel). Dalam sekali ulangan menghabiskan delapan lembar soal ujian. Jika dihitung, 8 lembar x 120.000 siswa x 10 mapel, maka dalam sekali ujian menghabiskan sekitar 9,6 juta lembar. ”Jika frekuensi ulangan semakin banyak, maka jumlah kertas yang dipakai otomatis semakin banyak,” katanya.
Anggap saja, asumsinya, satu lembar soal difotokopi. Harga kertas fotokopian senilai 200 perak. Dikalikan 9,6 juta lembar. Total sekali ujian mencapai Rp 1,92 miliar. ”Itu sekali ujian. Tinggal kali 12 ujian dalam setahun. Totalnya mencapai Rp 23 miliar,” papar Bambang.