Bisa Rapat di Bawah Langit Senja Samarinda

Tapi, mungkin karena kultur berwisata di sungai belum sepenuhnya terbentuk, tak selalu mudah menjual paket-paket wisata itu. Aris mengenang, penumpang pertama yang naik ke Pesut Etam hanya dua orang. Itu pun dia harus menjemput mereka di hotel.

Untung, Aris yang tak punya latar pendidikan pariwisata tak patah arang. Seiring promosi yang terus digencarkan, jumlah penumpang kapal bertarif Rp 100 ribu sekali jalan tersebut menanjak. Meski yang benar-benar ramai hanya saat akhir pekan.

’’Pada hari kerja, hanya ada penumpang yang mencarter kapal. Mereka biasanya meminta diantar menuju Pulau Kumala di Tenggarong atau ke Kutai Lama di hilir sungai,’’ katanya.

Menurut Aris, salah satu kendala utama adalah tidak adanya dermaga khusus wisata. Destinasi wisata yang disinggahi juga belum banyak.

Karena itu, dia berharap pemerintah daerah membangun titik-titik wisata baru. Misalnya, membuat kampung warna-warni atau mempercantik Jembatan Mahakam dengan lampu hias.

Bak gayung bersambut, Kepala Dinas Pariwisata Samarinda Muhammad Faisal berjanji menambah dermaga wisata lewat usulan kepada Pemkot Samarinda dan Pemprov Kaltim. ’’Kami mendukung penuh adanya kapal wisata sungai,’’ tegasnya.

Adapun Kepala Dinas Pariwisata Kaltim Syafruddin Pernyata menyebut keberadaan kapal seperti Pesut Etam bisa memaksimalkan Jembatan Mahkota II sebagai destinasi wisata. ’’Ini juga sesuai konsep Samarinda sebagai water front city,’’ katanya.

Pesut Etam pun terus bergerak. Malam mulai turun dan penumpang rute senja harus segera bersiap turun.

’’Sungai Mahakam benar-benar cantik ya,’’ ujar salah seorang penumpang dengan ekspresi puas tergambar di wajah. (fel/k8/bud/abe/JPG/c5/ttg)

Tinggalkan Balasan