Mereka yang tidak tercatat oleh negara tidak memiliki dokumen pernikahan. Hal itu akan berdampak pada dokumen kependudukan lainnya, seperti Akta Kelahiran untuk anak dan sebagainya. ”Supaya anaknya kalau lahir mereka punya akta kewarganegaraan yang legal untuk hak dan kebutuhannya,” imbuh Ridwan.
Ketua IPSM Kota Bandung Ajie Giyatmiko menuturkan, itulah mengapa banyak pula pasangan usia 50 tahun ke atas yang menjadi peserta nikah masal. ”Paling tua usia 51 tahun. Paling muda, perempuan usia 20 tahun,” terang Ajie.
Dia menambahkan, pernikahan massal ini digelar berkat bantuan dari berbagai pihak, termasuk komunitas dan sektor swasta sebagai sponsor. Sebab seluruh peserta berasal dari kalangan menengah ke bawah.
Panitia memfasilitasi kebutuhan akad menikah, mulai dari penghulu, cincin emas seberat 4 gram, dan seperangkat alat shalat sebagai mahar. ”Itu semua berkat bantuan dari semua pihak, termasuk sponsor, komunitas, dari TP PKK Kota Bandung, dan lain-lain. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu,” ucapnya. (nif/pan/ign)