jabarekspres.com, BANDUNG – Aliansi Buruh Jawa Barat (ABJ) menuntut Pemerintah provinsi (Pemprov) Jawa Barat dapat mencabut penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2015.
Koordinator Massa ABJ, Ajat Sudrajat mengatakan penetapan UMP Jabar 2018 berdasarkan Pasal 44 PP Nomor 78 Tahun 2015 hanya menimbulkan kesewenang-wenangan. Sebab, buruh sebagai instrumen terpenting dalam industri negara harus mendapat hak hidup yang layak sesuai kebutuhan.
”Setiap tahunnya pemerintah tidak mampu membuat suatu kebijakan yang pro terhadap kesejahteraan pekerja/buruh, dan terus dipaksa buruh bertabrakan dengan para pengusaha yang memberikan upah yang sangat murah,” kata Ajat di Bandung kemarin.
Dijelaskan Ajat, seharusnya upah buruh mengacu kepada ketetapan yang diusulkan pemerintah daerah melalui Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK. Menurutnya, UMP harusnya diberlakukan bagi daerah-daerah yang belum menetapkan UMK dan mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003.
Dia melanjutkan, pihaknya juga meminta Gubernur tidak menetapkan Upah Padat Karya (Upah Khusus Garmen) 2018 seperti yang dikeluarkan pada Juli 2017 lalu. Sebab, hal tersebut dinilai pihaknya sebagai bentuk diskriminasi kepada para buruh garmen. ”Buruh garmen yang sudah mengikuti UMK pada akhirnya harus dipotong gajinya dalam rangka penyesuaian Upah Padat Karya (Upah Khusus Garment) yang diterbitkan melalui SK Gubernur,” kata dia.
Pihaknya juga mengingatkan dan mendesak Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, segera membuat surat penegasan ke seluruh bupati/wali kota se Jawa Barat untuk merekomendasikan UMK 2018 paling lambat Desember 2017, sehingga UMK 2018 bisa berlaku dan dapat diterima buruh mulai 1 Januari 2018.
”Amanah Undang-undang 13/2003 tentang ketenagakerjaan, bahwa untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh,” kata dia.
Selain itu, pihaknya juga meminta kepada Gubernur dan seluruh bupati/wali kota di Jawa Barat mampu mengemban amanah undang-undang tersebut untuk meningkatkan daya beli dan kesejahteraan seluruh rakyat Jawa Barat dan sekitarnya.
Lanjutnya, ABJ sendiri akan terus mengawal kelangsungan pengajuan usulan-usulan tersebut. Disamping itu, pihak buruh pun meminta agar setiap kebijakan upah yang dicetuskan mesti melibatkan orang yang representatif mewakili serikat buruh. (mg2/ign)