Suatu hari jumlah paku dan batu yang ditelan cukup banyak sampai membuat Wawan tersedak. Itu diketahui Ani dari teman kerja Wawan yang membantunya memuntahkan benda-benda yang berbahaya untuk dikonsumsi tersebut. ”Pas keluar itu, ada beberapa paku dan batu,” ungkapnya.
Sampai 2007, keluarga Wawan tergolong berkecukupan. Jejak kemakmuran tersebut bahkan masih terlihat sampai sekarang lewat rumah yang ditinggali Wawan bersama istri dan kedua anaknya.
Di masa ”jayanya” itu, selain mengasi becak, dia jadi pengusaha kredit peralatan rumah tangga dan elektronik. Ani mengenang, sikap aneh sang kakak mulai muncul ketika becak miliknya hilang pada 2008.
Wawan sangat terpukul karena kehilangan alat pencari nafkahnya itu. Bahkan, tagihan-tagihan kredit tak lagi dia tagih. Otomatis, sumber pendapatannya merosot. Sebab, keluarganya tinggal bergantung pada kayuhan becak yang dia sewa.
Padahal, pendapatan per hari kian hari kian sedikit. ”Dapat tiga puluh ribu (dalam sehari, Red) sudah untung,” ungkap Wati Karwati, istri Wawan.
Tekanan kepada Wawan semakin berat karena sang istri dan anak bungsunya, Cindi Maulani, juga dikabarkan sakit. Wati menderita epilepsy dan Cindi mengalami kebocoran jantung.
Staf Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Indra L. Malik juga menduga Wawan stres sehingga berbuntut tindakan nyeleneh itu.
”Banyak faktor yang bisa mengakibatkan seseorang mengalami stres berat, seperti ekonomi, permasalahan rumah tangga, dan penyebab sosial lain,” ujarnya kepada Radar Tasikmalaya Jumat lalu (3/11).
Di Situbondo, Arik Budi Hariyanto, kakak Hendro, juga masih ingat ketika sang adik bercerita tentang hobi ngemilnya yang sangat tidak lazim. Itu terjadi sebelum hasil rontgen rumah sakit membenarkan pengakuan tersebut.
Tiap kali perutnya terasa sakit, menurut Arik, Hendro mengaku akan menelan berbagai benda tajam. ”Saya abaikan saja cerita itu karena saya nggak percaya,” katanya kepada Jawa Pos Radar Jember (7/7).
Yang Arik tahu, Hendro mulai memperlihatkan gelagat aneh alias agak terganggu jiwanya sepulang merantau dari Batam tiga atau empat tahun lalu. Saat ”kambuh”, Hendro kerap menyendiri tanpa komunikasi. Tidak mengamuk, tapi menyendiri.