Oleh karena itu, penamaan inovasi dan pembuatan proposal menjadi fokus utama. Dengan adanya kompetisi yang digelar JIPO, diharapkan OPD dan pemerintah kabupaten/kota lebih mampu memberi nama inovasi. Pembuatan proposal lebih menarik lagi. Tidak kalah penting adalah dampak pelayanan publik makin terasa bagi masyarakat. ”Harus eye catching dalam mengemasnya. Itu penilaian penting,” tegasnya.
Dari hasil pengamatannya, penamaan program yang condong kepada bahasa daerah, jadi penilaian krusial oleh tim juri di Kemenpan-RB. Pihaknya tidak memungkiri penamaan layanan berdasar pada kedaerahan sudah sangat tepat. Hanya saja, karena inovasi tersebut berada pada level nasional, tim juri sepertinya lebih memilih penamaan yang bersifat umum. Bukan kedaerahan.
”Misalnya saja nama layanan KPK Peluk Kebo dari DKI Jakarta. Atau Pantasi Mart dari Kabupaten Sumedang. Nama-nama itu sepertinya lebih disukai tim penilai dibanding nama yang condong kesundaan,” ulasnya.
Suhendrik mengatakan, Innovation Award sudah digencarkan sejak 15 tahun lalu oleh The Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP) di Jawa Timur. Berbarengan dengan lahirnya era otonomi daerah. Keberadaan JIPO —di bawah supervisi JPIP, tergerak memiliki tekad yang kuat untuk menjadikan Jawa Barat sebagai role model layanan inovasi publik secara nasional.
Wawan Sobari, dosen FISIP Universitas Brawijaya yang juga Supervisor JIPO, mengungkapkan, kompetisi ini bisa menjadi pintu masuk bagi lembaga-lembaga bantuan internasional masuk ke Jawa Barat. Selama ini, sejumlah lembaga tersebut sudah mau memberikan bantuannya ke Jawa Timur.
”Ini pintu masuk. Sebab, di Jawa Barat baru sedikit lembaga yang masuk. Dan itu pun melalui perantara orang lain. Tidak langsung bersentuhan dengan lembaga yang bersangkutan,” papar pria yang juga peneliti JPIP ini. (and/rie)