Reinkarnasi Desa-Desa yang Ditenggelamkan Letusan Sinabung

Siosar memang harus benar-benar mandiri. Sebab, halaman belakang rumah-rumah warga berbatasan langsung dengan hutan belantara. Babi hutan masih sesekali muncul dari pepohonan. Desa terdekat, Kacinambun, berjarak sekitar 10 kilometer ke utara.

Pada Rabu siang saat Jawa Pos (Jabar Ekspres Group) mampir ke sana, desa tampak lengang. Mayoritas tengah sibuk di ladang. Cuma ada beberapa pekerja yang sibuk dengan galian pipa air.

Tapi, pada tengah hari, Ingan dan bapak-bapak lain biasanya mampir di kedai untuk sekadar melepas lelah. Ingan sendiri menanam kentang. Dia curhat kentang tanamannya jadi semakin kerdil. ’’Bulan lalu segini, sekarang segini,” katanya sambil memperagakan telapak tangan naik dan turun.

Menurut warga setempat, kondisi tanah memang belum siap untuk ditanami. Selain itu, air masih lumayan sulit didapatkan.

Selama ini memang sudah ada tandon air besar di titik tertinggi kompleks. Diambilkan dari parit yang berasal dari atas pegunungan. Hanya, debit air terlampau kecil. Cuma mengalir ke rumah warga di jam-jam tertentu.

Bagi yang butuh air lebih banyak, harus menampung air hujan dengan jeriken-jeriken. Atau berjalan menembus belantara menuju mata air. Yang terdekat 7 kilometer. ’’Ada yang jauhnya 15 kilometer,” lanjut Ingan.

Selain mata air, yang jauh dari jangkauan Siosar adalah sarana pendidikan. Hanya ada satu PAUD dan satu gedung SD. Itu pun belum beroperasi penuh. Anak-anak warga pengungsi Sinabung yang beberapa lama putus sekolah juga harus bekerja keras menyambung pendidikan mereka.

SMP terdekat ada di Desa Kacinambun, 20 menit berkendara dari Siosar. SMA terdekat berada di Kecamatan Kabanjahe, 45 menit berkendara. Tak ada angkutan umum.

Syukurlah pemerintah memberikan bantuan dua unit bus mini DAMRI ulang-alik yang mengantarkan anak-anak sekolah. Atau juga ibu-ibu yang ingin berbelanja ke kota.

Tapi, tentu saja masih banyak butuh kesabaran. Kepala Desa Simacem Senen Sitepu merasa dua unit bus belum cukup ideal untuk melayani warga tiga desa. ’’Itu (bus, Red) kalau balik siang-siang, bisa naik 70 orang. Desak-desakan sampai atap pula,” katanya.

Padahal, kondisi jalanan sepanjang kecamatan kota menuju Siosar terdiri atas tanjakan dan turunan curam. Dilengkapi tikungan-tikungan tajam. Kalau hujan, kondisi tambah bahaya. ’’Ya minimal empat bus. Biar buat cadangan juga,” kata Senen.

Tinggalkan Balasan